ME, I 'N' MY SELF ^__^

Senin, 13 April 2009

PROPOSAL PENELITIAN

PENGARUH SALINITAS YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN NILA GIFT (Oreochromis niloticus) YANG DIPELIHARA

DALAM WADAH TERKONTROL

PROPOSAL PENELITIAN

Oleh :

NUR RAHMI AINUN

E 271 04 027

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN

JURUSAN PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS TADULAKO

2 0 0 8

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ikan nila merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang populer di kalangan masyarakat. Oleh karena kepopulerannya itu membuat ikan nila memiliki prospek usaha yang cukup menjanjikan. Apabila ditinjau dari segi pertumbuhan, ikan nila merupakan jenis ikan yang memiliki laju pertumbuhan yang cepat dan dapat mencapai bobot tubuh yang jauh lebih besar dengan tingkat produktivitas yang cukup tinggi.

Faktor lain yang memegang peranan penting atas prospek ikan nila adalah rasa dagingnya yang khas, warna dagingnya yang putih bersih dan tidak berduri dengan kandungan gizi yang cukup tinggi, sehingga sering dijadikan sebagai sumber protein yang murah dan mudah didapat, serta memiliki harga jual yang terjangkau oleh masyarakat. Prospek pengembangan budidaya ikan nila juga diperkirakan memiliki peluang yang sama baiknya dengan pengembangan jenis ikan konsumsi lainnya.

Ikan nila produktif apabila dipelihara di berbagai lahan, bukan hanya dipelihara di kolam tetapi juga dipelihara di tambak-tambak air payau, di Karamba Jaring Apung (KJA) yang berada di perairan umum seperti waduk, danau dan laut, serta di lahan sawah baik sebagai penyelang, palawija maupun minapadi. Hal ini karena ikan nila memiliki batasan toleransi yang cukup tinggi terhadap berbagai kondisi lingkungan perairan. Ikan nila yang masih berukuran kecil pada umumnya lebih tahan terhadap perubahan lingkungan, dibandingkan dengan ikan nila yang berukuran besar (Khairuman dan Amri, 2003).

Salah satu jenis ikan nila yang terkenal di kalangan masyarakat adalah ikan nila GIFT (Oreochromis niloticus) yang merupakan singkatan dari (Genetic Imrovement of Farmed Tilapias), ikan ini merupakan hasil persilangan beberapa varietas ikan nila. Ikan nila GIFT ini lebih tahan terhadap lingkungan yang kurang baik serta memiliki toleransi salinitas pada kisaran 0-15 ppt (Khairuman dan Amri, 2003). Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh salinitas yang berbeda terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan nila GIFT (Oreochromis niloticus) yang dipelihara dalam wadah terkontrol.

1.2 Tujuan dan Kegunaan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui salinitas terbaik bagi pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan nila GIFT.

Kegunaan dari penelitian ini adalah menambah wawasan mahasiswa, sebagai tambahan informasi bagi masyarakat khususnya pembudidaya ikan nila GIFT sehingga diharapkan dapat meningkatkan hasil produksinya dan sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan kebijakan bagi instansi terkait.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biologi Ikan Nila GIFT

2.1.1 Taksonomi

Klasifikasi ikan nila GIFT menurut Suyanto (1994) sebagai berikut :

Filum : Chordata

Subfilum : Vertebrata

Kelas : Osteichthyes

Sub kelas : Acanthoptherigii

Ordo : Percomorphi

Subordo : Percoidea

Famili : Chiclidae

Genus : Oreochromis

Spesies : Oreochromis niloticus

2.1.2 Morfologi

Ikan nila GIFT mempunyai bentuk tubuh lebih pendek dari pada ikan nila lokal. Tubuhnya lebih tebal, warna tubuhnya hitam keputihan, kepalanya relatif kecil, sisik berukuran besar, kasar, tersusun rapi, matanya besar, menonjol dan bagian tepinya berwarna putih. Gurat sisi (linea lateralis) terputus di bagian tengah badannya, dagingnya cukup tebal dan tidak terdapat duri-duri halus di dalamnya (Arie, 1999).

Sebagaimana umumnya ikan nila biasa, ikan nila GIFT memiliki lima buah sirip, yakni sirip punggung (dorsal fin), sirip dada (pectoral fin), sirip perut (ventral fin), sirip anus (anal fin) dan sirip ekor (caudal fin). Sirip punggungnya memanjang dari bagian atas tutup insang hingga bagian atas sirip ekor, terdapat juga sepasang sirip dada dan sirip perut yang berukuran kecil. Sirip anusnya hanya satu buah dan berbentuk agak panjang, sedangkan sirip ekornya berbentuk bulat dan hanya berjumlah satu buah (Suyanto, 1994).

Arie (1999) menyatakan, bahwa jenis kelamin ikan nila GIFT dapat dibedakan dari tanda pada tubuh bagian luar, yaitu bentuk, warna dan alat kelamin. Ikan nila GIFT jantan memiliki tubuh yang lebih tinggi dan lebih membulat, warna lebih cerah serta memiliki satu lubang kelamin yang berbentuk memanjang, dimana fungsinya sebagai tempat mengeluarkan sperma dan air seni. Ikan nila GIFT betina bertubuh lebih rendah atau lebih memanjang, warna lebih gelap serta lubang kelamin dua, yaitu satu untuk mengeluarkan telur dan satu lagi untuk mengeluarkan air seni.

2.2 Habitat

Ikan nila GIFT dikenal sebagai ikan yang sangat tahan terhadap perubahan lingkungan hidup, karena ikan ini dapat hidup di air tawar, air payau dan air laut. Ikan nila GIFT air tawar dapat dipindahkan ke air asin dengan proses adaptasi secara bertahap, dengan cara salinitasnya dinaikkan sedikit demi sedikit. Pemindahan secara mendadak ke dalam air yang salinitasnya berbeda dapat mengakibatkan stress dan kematian pada ikan (Suyanto, 1994).

Arie (1999) menyatakan, bahwa habitat yang ideal untuk ikan nila GIFT adalah perairan tawar yang memiliki suhu antara 140C-380C, atau suhu optimal 250C-300C. Kisaran salinitas (kadar garam) yang ditoleransi untuk pertumbuhan ikan nila GIFT adalah 0-15 ppt.

Tempat hidup ikan nila GIFT biasanya berada pada perairan yang dangkal dengan arus yang tidak begitu deras. Ikan nila GIFT tidak menyukai hidup di perairan yang bergerak (mengalir), namun jika dilakukan perlakuan terhadap ikan nila GIFT seperti pengadaptasian terhadap lingkungan air yang mengalir, maka ikan nila GIFT juga bisa hidup baik, pada perairan yang mengalir tersebut (Rukmana, 2004).

2.3 Pakan dan Kebiasaan Makan

Ikan dapat tumbuh optimal jika memperoleh makanan dalam jumlah yang cukup dan gizi seimbang, dengan kata lain ikan membutuhkan makanan yang lengkap dalam jumlah yang cukup (Mudjiman, 2004). Lebih lanjut dinyatakan bahwa jumlah ransum dan komposisi gizi yang dibutuhkan oleh seekor ikan berbeda-beda dan selalu berubah. Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh jenis ikan, umur ikan dan ketersediaan makanan alami di dalam tempat pemeliharaannya.

Ikan nila GIFT termasuk ke dalam golongan ikan pemakan segala atau (omnivora), sehingga ikan ini dapat mengkonsumsi makanan berupa hewan atau tumbuhan (Khairuman dan Amri, 2003). Lebih lanjut dinyatakan bahwa ikan nila GIFT yang masih berukuran benih menyukai makanan alami berupa zooplankton misalnya Rotifera sp., Moina sp., dan Daphnia sp. juga fitoplankton. Selain itu, ikan nila GIFT juga suka memangsa alga atau lumut yang menempel pada substrat di habitat hidupnya, siput, jentik-jentik serangga, kelekap, hydrilla, sisa-sisa dapur dan buah-buahan, serta daun-daun lunak yang jatuh ke dalam air. Jika telah mencapai ukuran dewasa, ikan nila GIFT bisa diberi makanan tambahan berupa pellet.

Menurut Arie (1999), pellet yang diberikan sebagai pakan tambahan untuk ikan nila GIFT harus mengandung protein yang tinggi, minimal 25%. Pellet yang diberikan dapat berupa tepung maupun butiran. Namun, bisa juga diberikan dedak halus jika pellet tidak tersedia, meskipun kandungan proteinnya tidak sekomplit pellet, ikan nila GIFT sangat menyukai dedak halus tersebut. Banyaknya pakan tambahan yang diberikan 2-3% dari berat biomassa ikan.

Ikan nila GIFT lebih suka berkawanan di tengah atau di dasar kolam jika dalam kondisi kenyang. Berdasarkan beberapa penelitian yang ada, bahwa kebiasaan makan ikan nila GIFT berhubungan dengan suhu perairan dan intensitas cahaya matahari. Pada siang hari dimana intensitas cahaya matahari cukup tinggi dan suhu air meningkat, ikan nila GIFT lebih agresif terhadap makanan. Sebaliknya, dalam keadaan mendung atau hujan bahkan pada malam hari, ikan nila GIFT menjadi kurang agresif terhadap makanan (Andrianto, 2005).

2.4 Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup

Pertumbuhan merupakan suatu perubahan bentuk akibat pertambahan panjang, berat dan volume dalam periode tertentu secara individual. Pertumbuhan juga dapat diartikan sebagai pertambahan jumlah sel-sel secara mitosis yang pada akhirnya menyebabkan perubahan ukuran jaringan. Pertumbuhan bagi suatu populasi adalah pertambahan jumlah individu, dimana faktor yang mempengaruhinya dapat berupa faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi umur, keturunan dan jenis kelamin, sedangkan faktor eksternal meliputi suhu, makanan, penyakit, media budidaya, dan sebagainya (Effendi, 1978).

Apabila dibandingkan dengan ikan nila lokal, maka nila GIFT mempunyai karakteristik lebih unggul terutama tingkat pertumbuhan yang lebih cepat dan fekunditas lebih tinggi. Ikan nila GIFT mampu mencapai berat tubuh sekitar 600 g dalam waktu 5-6 bulan. (Balai Penelitian Perikanan Air Tawar DKP, 2001).

Menurut Khairuman dan Amri (2003), laju pertumbuhan tubuh ikan nila GIFT yang dibudidayakan tergantung dari pengaruh fisika dan kimia perairan serta interaksinya. Laju pertumbuhan ikan nila GIFT lebih cepat jika dipelihara di kolam yang airnya dangkal dibandingkan di kolam yang airnya dalam. Penyebabnya adalah karena di perairan yang dangkal, pertumbuhan tanaman air sangat cepat sehingga ikan nila GIFT menjadikannya sebagai makanan. Lebih lanjut dinyatakan, jumlah telur ikan nila GIFT lebih banyak 20-30%, pada stadium benih sampai ukuran 17,5 g tumbuh lebih cepat 300-400%, sedangkan dalam pembesaran tumbuh lebih cepat 100-200%.

Menurut Arie (1999), pertumbuhan jantan nila GIFT 20% lebih cepat dibanding betinanya. Terjadinya perbedaan pertumbuhan ini disebabkan oleh sifat genetik dan sistem reproduksi. Ukuran gonad betina lebih besar dibanding jantan, sehingga proses pembentukannya memerlukan zat makanan yang lebih banyak, begitu juga dengan proses pembentukan telurnya.

Kelangsungan hidup ikan dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor biotik dan abiotik. Faktor biotik yang mempengaruhi adalah kompetitor, parasit, umur, predasi, kepadatan, populasi, serta kemampuan adaptasi dari hewan dan penanganan manusia. Faktor abiotik yang mempengaruhi adalah sifat fisika dan kimia dari suatu lingkungan perairan (Effendi, 1997).

2.5 Kualitas Air

Asmawi (1983) menyatakan, bahwa kualitas perairan memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap survival dan pertumbuhan organisme yang hidup di air. Agar bisa menjadi lingkungan yang baik bagi hewan dan tumbuhan-tumbuhan air tingkat tinggi, sebelumnya air harus merupakan lingkungan hidup yang baik bagi hewan dan tumbuhan-tumbuhan air tingkat rendah, untuk itu terlebih dahulu air harus merupakan lingkungan hidup yang baik bagi tumbuh-tumbuhan renik yang mampu berasimilasi.

Kualitas air untuk budidaya ikan nila GIFT harus memenuhi beberapa persyaratan, karena air yang kurang baik akan menyebabkan ikan mudah terserang penyakit. Beberapa variabel-variabel penting yang berhubungan dengan kualitas air yaitu sifat kimia air (kandungan oksigen terlarut, karbondioksida terlarut, pH dan zat-zat beracun) dan sifat fisika air (suhu, salinitas, kekeruhan dan warna air) (Khairuman dan Amri, 2003).

2.5.1 Sifat Fisika Air

2.5.1.1 Salinitas

Salinitas merupakan parameter penunjuk jumlah bahan terlarut dalam air. Salinitas pada umumnya dinyatakan sebagai berat jenis (specific gravity), yaitu rasio antara berat larutan terhadap berat air murni dalam volume yang sama. Beberapa ikan air tawar dapat menerima (toleran) terhadap kehadiran sejumlah kecil natrium dalam bentuk garam (O-Fish, 2003).

Menurut Boyd (1990) dan Stickney (1979), tiap spesies memiliki kisaran salinitas optimum, di luar kisaran ini ikan harus mengeluarkan energi lebih banyak untuk proses osmoregulasi dari pada proses lain. Salah satu penyesuaian ikan terhadap lingkungan ialah pengaturan keseimbangan air dan garam dalam jaringan tubuhnya. Sebagian hewan vertebrata air mengandung garam dengan konsentrasi yang berbeda dari media lingkungannya. Ikan harus mengatur tekanan osmotiknya untuk memelihara keseimbangan cairan tubuhnya setiap waktu.

Salinitas merupakan faktor penting yang menunjang kelangsungan hidup organisme perairan, konsumsi pakan, laju pertumbuhan, metabolisme dan distribusi ikan (Kinne (1964) dalam Asmawi (1983)). Menurut Holliday (1969) dalam Asmawi (1983), salah satu aspek fisiologis yang dipengaruhi salinitas adalah tekanan dan konsentrasi osmotik serta konsentrasi ion dalam cairan tubuh. Stickney (1979) dalam Asmawi (1983), menyatakan bahwa ikan yang dipelihara pada kondisi salinitas yang sama dengan konsentrasi ion dalam darah akan lebih banyak menggunakan energi untuk pertumbuhan.

Khairuman dan Amri (2003) menyatakan, bahwa ikan nila GIFT lebih tahan terhadap lingkungan yang kurang baik dan memiliki toleransi salinitas pada kisaran 0-15 ppt, sehingga bisa dipelihara di air payau.

2.5.1.2 Suhu

Menurut Susanto (1991), suhu air adalah salah satu sifat fisik air yang dapat mempengaruhi nafsu makan dan pertumbuhan badan ikan. Suhu air yang optimal untuk ikan daerah tropis berkisar 25-300C. Perbedaan suhu antara siang dan malam tidak boleh melebihi 50C apalagi sampai mendadak (drastis).

Suhu air mempunyai pengaruh yang besar terhadap proses pertukaran zat atau metabolisme dari makhluk-makhluk hidup. Selain itu juga suhu berpengaruh terhadap kadar oksigen terlarut, dimana semakin tinggi suhu suatu perairan maka semakin cepat pula perairan tersebut mengalami kejenuhan akan oksigen (Asmawi, 1983).

Perubahan suhu mendadak dapat menyebabkan ikan mengalami stress. Hal ini biasa terjadi terutama pada saat memasukkan ikan baru ke dalam suatu akuarium, dimana usaha penyesuaian suhu tidak dilakukan dengan baik atau pada saat menambahkan air baru yang memiliki suhu tidak sama. Penurunan suhu secara perlahan jarang menimbulkan terjadinya stress pada ikan, meskipun demikian suhu hendaknya dikembalikan ke kondisi semula secara perlahan-lahan dalam waktu satu jam atau lebih (O-Fish, 2007).

Rounsefell dan Everhart (1953) dalam Asmawi (1983) menyatakan, bahwa proses pencernaan makanan yang dilakukan oleh ikan berjalan sangat lambat pada suhu yang rendah. Sebaliknya, akan lebih cepat pada kondisi perairan yang lebih hangat. Menurut Jangkaru (1956) dalam Asmawi (1983), bahwa suhu air yang optimal untuk selera makan ikan adalah 25-270C.

Suhu normal untuk pertumbuhan ikan nila GIFT adalah 14-380C dan dapat memijah secara alami pada suhu 22-370C (Khairuman dan Amri, 2003). selanjutnya dinyatakan bahwa suhu optimum untuk pertumbuhan dan perkembangbiakkan ikan nila GIFT adalah 25-300C. Pertumbuhannya akan terganggu jika suhu habitatnya lebih rendah dari 140C atau pada suhu tinggi 380C. Ikan nila GIFT akan mengalami kematian pada suhu 60C atau 420C.

2.5.2 Sifat Kimia Air

2.5.2.1 Oksigen Terlarut

Cahyono (2000) menyatakan, bahwa ikan memerlukan oksigen untuk bernapas dan pembakaran makanan untuk menghasilkan aktivitas seperti berenang, pertumbuhan, reproduksi, dan sebagainya. Selain itu, laju pertumbuhan dan konversi pakan juga sangat bergantung pada kandungan oksigen.

Oksigen terlarut merupakan salah satu parameter yang dapat digunakan sebagai pilihan utama untuk menentukan layak tidaknya sumber air untuk digunakan dalam kegiatan budidaya ikan (Djarijah, 1995). Lebih lanjut dinyatakan bahwa nilai oksigen dalam pengelolaan kesehatan ikan sangat penting, karena kondisi yang kurang optimal bagi ikan untuk tumbuh dan berkembang dapat mengakibatkan kondisi stress bagi ikan sehingga mudah terserang penyakit.

Semua organisme perairan bernapas memerlukan oksigen dan mengeluarkan karbondioksida. Kandungan oksigen sangat bertentangan dengan kandungan karbondioksida di dalam air. Oksigen yang terlarut di dalam air bisa berasal dari hasil proses fotosintesis dengan bantuan sinar matahari atau berasal dari luar melalui proses difusi permukaan air (Lesmana, 2004).

Menurut Rukmana (2004), ikan nila GIFT termasuk jenis ikan yang tahan dalam kondisi kekurangan oksigen. Jika terjadi kekurangan oksigen, ikan nila GIFT langsung mengambil oksigen dari udara bebas. Bahkan ikan nila GIFT bisa bertahan hidup lebih lama di darat tanpa air. Kandungan oksigen yang baik untuk ikan nila GIFT berkisar antara 3-5 ppm.

2.5.2.2 Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman atau lebih populer disebut pH merupakan ukuran konsentrasi ion hidrogen yang menunjukkan suasana asam atau basa suatu perairan. Faktor yang mempengaruhi pH adalah konsentrasi karbondioksida dan senyawa yang bersifat asam. Nilai pH kurang dari 7 menunjukkan lingkungan yang masam, nilai pH di atas 7 menunjukkan lingkungan yang basa (alkalin) sedangkan pH sama dengan 7 menunjukkan keadaan lingkungan yang netral (Lesmana,2004).

Cahyono (2000) menyatakan, bahwa pada siang hari pH suatu perairan meningkat. Hal ini disebabkan adanya proses fotosintesis pada siang hari, saat itulah tanaman air atau fitoplankton mengkonsumsi karbondioksida. Sebaliknya, pada malam hari kandungan pH suatu perairan akan menurun karena tanaman air dan fitoplankton mengonsumsi oksigen dan menghasilkan karbondioksida.

Menurut Hickling (1962) dalam Asmawi (1983), batas minimum pH yang ditoleransi ikan air tawar pada umumnya 4,0 dan batas maksimum 11,0. Menurut Soeseno (1971), pH yang terlalu rendah maupun yang terlalu tinggi terus menerus, dapat menyebabkan berkurangnya pertumbuhan pada ikan karena pada suasana tersebut mengganggu pertukaran zat di dalam tubuhnya.

Arie (1999) menyatakan, bahwa pH mempengaruhi daya produktifitas suatu perairan. Air yang bersifat basa dan netral cenderung lebih produktif dibandingkan dengan air yang bersifat asam. pH yang baik untuk pertumbuhan ikan nila GIFT berkisar 7-8.

2.5.2.3 Karbondioksida Terlarut

Dalam perairan alam dan dalam sistem pemeliharaan ikan, konsentrasi karbondioksida diperlukan bagi proses fotosintesis oleh kehidupan tanaman air (Brotowidjoyo, 1995). Lebih lanjut dinyatakan bahwa nilai karbondioksida ditentukan oleh pH dan suhu. Jumlah karbondioksida yang bertambah akan menekan aktivitas pernafasan ikan dan menghambat pengikatan oksigen oleh hemoglobin, sehingga dapat membuat ikan menjadi stress.

Andrianto (2005) menyatakan, bahwa meskipun peranan karbondioksida sangat besar bagi kehidupan organisme air, namun jika dalam jumlah yang berlebihan akan mengganggu organisme yang dibudidayakan. Kandungan karbondioksida lebih dari 15 ppm sangat membahayakan bagi organisme yang dibudidayakan, karena keberadaannya dalam darah dapat menghambat pengikatan hemoglobin.

Menurut Kordi (1997), pada pemeliharaan ikan secara intensif, kandungan karbondiokasida yang aman harus kurang dari 5 mg/liter air. Ikan nila GIFT mampu bertahan hidup pada kandungan karbondioksida sampai 25 mg/liter air.

2.5.2.4 Amoniak

Amoniak (NH3) merupakan hasil perombakan asam-asam amino oleh berbagai jenis bakteri aerob dan anaerob (Asmawi, 1983). Lebih lanjut dinyatakan, jika kadar amoniak dalam air terlalu tinggi karena proses perombakan protein tidak berlangsung dengan baik sehingga menghasilkan nitrat, maka air dikatakan mengalami pengotoran.

Amoniak dapat mempengaruhi pertumbuhan ikan dan organisme perairan lainnya (Brown (1957) dalam Asmawi (1983)). Lebih lanjut dikemukakan bahwa kadar amoniak yang rendah baik untuk kehidupan jasad-jasad hewani, termasuk ikan. Kadar amoniak 2-7 ppm dapat mematikan beberap jenis ikan.

Keberadaan amoniak dalam air dapat menyebabkan berkurangnya daya ikat oksigen oleh butir-butir darah, hal ini akan menyebabkan nafsu makan ikan menurun. Kadar oksigen dan amoniak di dalam perairan berbanding terbalik, apabila amoniak meningkat maka kadar oksigen menjadi rendah (Brotowidjoyo, 1995).

Menurut Khairuman dan Amri (2003), ada dua jenis amoniak yaitu amoniak bukan ion (NH3) dan NH4 atau disebut juga amonium. Amoniak merupakan racun bagi ikan, biasanya terjadi jika banyak fitoplankton yang mati kemudian diikuti oleh penurunan pH karena kandungan karbondioksidanya meningkat. Batas konsentrasi kandungan amoniak yang bisa mematikan ikan nila GIFT adalah 0,1 – 0,3 ppm. Menurut Arie (1999), kadar amoniak tertinggi yang masih dapat ditolerir ikan nila GIFT adalah 2,4 ppm.

2.6 Hipotesis

Salinitas yang berbeda berpengaruh terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan nila GIFT (Oreochromis niloticus).

III. MATERI DAN METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan September-November 2008 di Hatchery Skala Rumah Tangga (HSRT) Mamboro, Kecamatan Palu Utara, Kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

3.2.1.1 Wadah Pemeliharaan

Wadah pemeliharaan yang akan digunakan pada penelitian ini adalah akuarium yang berjumlah 4 buah. Akuarium tersebut masing-masing disekat menjadi 4 bagian, dengan ukuran tiap sekat sama antara panjang, lebar dan tingginya yaitu 40x40x30 cm. Jumlah ikan yang akan digunakan untuk setiap sekat berjumlah 5 ekor. Akuarium tersebut dilengkapi aerasi sebagai penyuplai oksigen untuk organisme yang akan dipelihara.

3.2.1.2 Alat pengukuran

Alat pengukuran yang akan digunakan pada penelitian ini berupa termometer untuk mengukur suhu air, refraktometer untuk mengukur salinitas, pH meter untuk mengukur pH air, alat titrasi untuk mengukur oksigen terlarut, karbondioksida dan amoniak, serta timbangan untuk mengukur pakan dan berat ikan.

3.2.2 Bahan

3.2.2.1 Ikan Uji

Ikan uji yang akan digunakan pada penelitian ini adalah ikan Nila GIFT (Oreochromis niloticus) yang berukuran 5-8 cm, merupakan ikan pada tahap pendederan I.

3.2.2.2 Media Pemeliharaan

Media yang akan digunakan pada penelitian ini adalah air yang bersalinitas 0 ppt, 5 ppt, 10 ppt dan 15 ppt. Air yang digunakan sebagai media sebelumnya disaring, diendapkan dan diaerasi selama semalam.

3.2.2.3 Pakan

Pakan yang akan diberikan kepada ikan uji berupa pellet jenis comfeed, merupakan pellet tenggelam. Dosis pemberiannya 2-3% dari berat biomassa ikan dan frekuensi pemberian 4 kali dalam sehari yaitu pada pukul 06.00, 10.00,14.00 dan 18.00 wita.

3.3 Metode Penelitian

3.3.1 Tahap Persiapan

3.3.1.1 Persiapan Alat Pengukuran dan Wadah

Persiapan alat pengukuran dan wadah penelitian yang akan dilakukan adalah sterilisasi alat dan wadah serta menyiapkan sistem aerasi.

3.3.1.2 Pembuatan Media Bersalinitas 0 ppt, 5 ppt, 10 ppt dan 15 ppt

Penelitian ini akan menggunakan media berupa air tawar dan air laut, dimana untuk mendapatkan salinitas 0 ppt dipastikan air tawar yang digunakan betul-betul murni 0 ppt, sedangkan untuk mendapatkan media yang bersalinitas 5, 10 dan 15 ppt dilakukan pengenceran. Cara memperolehnya yaitu air laut dicampurkan air tawar dengan perbandingan tertentu sehingga diperoleh salinitas tersebut.

Cara pengenceran yang digunakan berdasarkan rumus dari Anggoro (1992), yaitu sebagai berikut :

Keterangan : V1 = Volume air laut (ltr)

N1 = Salinitas air laut mula-mula (ppt)

V2 = Volume setelah pengenceran (ltr)

N2 = Salinitas yang diinginkan (ppt)

3.3.1.3 Aklimatisasi Ikan Uji ke Salinitas 0 ppt, 5 ppt, 10 ppt dan 15 ppt

Ikan uji diaklimatisasi terlebih dahulu selama kurang lebih 1 minggu, bertujuan agar ikan tidak stress terhadap perubahan salinitas yang ada. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Suyanto (1994), bahwa ikan nila GIFT air tawar dapat dipindahkan ke air asin dengan proses adaptasi secara bertahap, karena pemindahan secara mendadak ke dalam air yang salinitasnya berbeda dapat menyebabkan ikan stress dan mati. Adaptasi ini dilakukan secara bertahap dan perlahan terhadap peningkatan salinitas dari 0-15 ppt.

3.3.2 Tahap Pelaksanaan

3.3.2.1 Pemeliharaan Ikan Uji

Ikan nila GIFT yang akan digunakan sebagai ikan uji pada penelitian ini akan dipelihara selama kurang lebih 2 bulan. Selama masa pemeliharaan akan dilakukan pengukuran pertumbuhan meliputi pengukuran berat ikan, serta kelangsungan hidup ikan selama pemeliharaan.

3.3.2.2 Pemeliharaan Kualitas Air

Kualitas air sangat penting untuk menjaga agar ikan nila GIFT dapat tumbuh secara optimal. Oleh karena itu, agar kualitas airnya tertap terjaga maka perlu dilakukan pergantian air akuarium dan penyifonan untuk membersihkan sisa-sisa pakan dan kotoran yang mengendap di dasar wadah. Pergantian air dilakukan tiap seminggu sekali dan penyifonan dilakukan tiap hari sebelum memberikan pakan pada ikan.

3.3.2.3 Pengamatan

Ada beberapa hal yang akan diamati pada penelitian yang akan dilaksanakan yaitu sebagai berikut :

1. Pertumbuhan Berat Mutlak

Menurut Effendi (1978), pertumbuhan berat mutlak diukur secara periodik dalam mingguan dari awal hingga akhir penelitian dengan menimbang berat biomassa ikan, dalam hal ini ikan nila GIFT. Rumus dari pertumbuhan mutlak adalah sebagai berikut :

Keterangan : h = Pertumbuhan berat mutlak (g)

Wt = Berat hewan uji pada akhir pengamatan (g)

Wo = Berat hewan uji pada awal pengamatan (g)

2. Laju Pertumbuhan Harian

Menurut Effendi (1978), laju pertumbuhan harian adalah persentase dari selisih berat akhir dan berat awal yang dibagi dengan lamanya waktu pemeliharaan. Rumus dari laju pertumbuhan harian adalah sebagai berikut :

Keterangan : g = Koefisien laju pertumbuhan harian

Wt = Berat hewan uji pada akhir pengamatan (g)

Wo = Berat hewan uji pada awal pengamatan (g)

t = Waktu penelitian (hari)

3. Kelangsungan Hidup (SR)

Menurut Effendi (1997), derajat kelangsungan hidup merupakan persentase dari jumlah ikan yang hidup dan jumlah ikan yang ditebar selama pemeliharaan. Rumus dari derajat kelangsungan hidup adalah sebagai berikut :

Keterangan : SR = Derajat kelangsungan hidup (%).

No = Jumlah ikan pada awal pengamatan

Nt = Jumlah ikan pada akhir pengamatan

4. Pengamatan Kualitas Air

Kualitas air yang diamati dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 1. Parameter kualitas air, alat/metode yang digunakan dan frekuensi pengukuran selama penelitian

No.

Parameter Kualitas Air

Alat / Metode

Frekuensi Pengukuran

1.

Suhu (0C)

Termometer

3 kali / hari

2.

Salinitas (ppt)

Refracktometer

3 kali / hari

3.

Oksigen terlarut (ppm)

Titrasi

Setiap minggu

4.

pH

pH meter

Setiap minggu

5.

Karbondioksida (ppm)

Titrasi

Setiap minggu

6.

Amoniak

Titrasi

Awal dan akhir penelitian

3.3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini akan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Rancangan acak lengkap tidak memiliki lokal kontrol, sehingga cocok digunakan untuk kondisi lingkungan, alat, bahan dan media yang homogen seperti di laboratorium, rumah kaca atau ruang-ruang terkontrol lainnya (Hanafiah, 1991).

Rancangan Acak Lengkap yang akan digunakan terdiri atas 4 taraf perlakuan dengan masing-masing 4 kali ulangan, sehingga jumlah satuan percobaan adalah 16 buah. Perlakuan tersebut adalah sebagai berikut :

- Perlakuan A : Pemeliharaan ikan Nila Gift pada media dengan salinitas 0 ppt

- Perlakuan B : Pemeliharaan ikan Nila Gift pada media dengan salinitas 5 ppt

- Perlakuan C : Pemeliharaan ikan Nila Gift pada media dengan salinitas 10 ppt

- Perlakuan D : Pemeliharaan ikan Nila Gift pada media dengan salinitas 15 ppt

3.3.4 Analisa Data

Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis ragam (ANOVA) untuk mengetahui pengaruh perlakuan yang diberikan terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan. Model matematika dari perlakuan tersebut menurut Steel dan Torrie (1991), yaitu sebagai berikut :

Yij = µ + τi + εij

Keterangan :

Yij = Respon terhadap perlakuan ke i pada ulangan ke j

µ = Rata-rata pengamatan

τ = Pengaruh perlakuan ke i yang diuji

εij = Galat percobaan dari perlakuan ke i pada pengamatan ke j

i = Perlakuan (1,2,3,4)

j = Ulangan (1,....,4)

Jika diperoleh adanya pengaruh perlakuan, akan dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf nyata α 5%.


DAFTAR PUSTAKA

Anggoro, S. 1992. Efek Osmotik Berbagai Tingkat Salinitas Media Terhadap Daya Tetas Telur dan Vitalitas Larva Udang Windu (Penaeus monodon) Fabricius. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Andrianto, T.T., 2005. Pedoman Praktis Budidaya Ikan Nila. Absolut, Yogyakarta.

Arie, U., 1999. Pembenihan dan Pembesaran Nila GIFT. Penebar Swadaya, Jakarta.

Asmawi, S., 1983. Pemeliharaan Ikan Dalam Karamba. PT Gramedia, Jakarta.

Brotowidjoyo, 1995. Pengantar Lingkungan Perairan. Penebar Swadaya, Jakarta.

Boyd, C.E., 1987. Water Quality Management In Pond Fish Culture. Internasional Center For Aquaqulture Auburn University.

Cahyono,B 2000. Budidaya Ikan Air Tawar (Gurame, Nila, Mas). Kanisius, Yogyakarta.

Djarijah, A.S., 1995. Nila Merah (Pembenihan dan Pembesaran Secara Intensif). Kanisius, Yogyakarta.

Effendi, M.I., 1978. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara, Yogyakarta.

------------------,1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara, Yogyakarta.

Hanafiah K.A., 1991. Rancangan Percobaan Teori dan Aplikasi. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

http://www.bppt.go.id.copyright.2001.

http://www.o-fish.com/air.salinitas.php.copyright.2003.

http://www.o-fish.com/air.temperatur.php.copyright.2007.

Khairuman dan Amri K., 2003. Budidaya Ikan Nila Secara Intensif. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Kordi, M.G.H., 1997. Budidaya Ikan Nila. Dahara Prize, Semarang.

Lesmana, D.S., 2004. Kualitas Air Untuk Ikan Hias Air Tawar. Penebar Swadaya, Jakarta.

Mudjiman, A., 2004. Makanan Ikan. Penebar Swadaya, Jakarta.

Rukmana, R., 2004. Ikan Nila Budidaya dan Prospek Agribisnis. Kanisius, Yogyakarta.

Soesono, S., 1981. Pemeliharaan Ikan di Kolam Pekarangan. Kanisius, Yogyakarta.

Steel, R.G.D dan Torrie, J.B., 1991. Prinsip dan Pendekatan statistika : Suatu Pendekatan Biometrika. Terjemahan Judul Asli : Principles and Procedures of Statistics, a Bio Metrical Approach. Penerjemah: B.Soemantri. Gramedia, Jakarta.

Stickney, R.R., 1979. Principle of Warm Water Aquaculture. John Willey and Sons, New York.

Susanto, H., 1991. Budidaya Ikan di Pekarangan. Penebar Swadaya, Jakarta.

Suyanto, R., 1994. Nila. Penebar Swadaya, Jakarta.

Rabu, 08 April 2009

TEKNIK PEMBENIHAN IKAN PATIN (Pangasius pangasius) di BBAT TATELU-MANADO

TEKNIK PEMBENIHAN

IKAN PATIN (Pangasius pangasius)

DI BALAI BUDIDAYA AIR TAWAR (BBAT)

TATELU - MANADO

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG (PKL)

Oleh

NUR RAHMI AINUN

E 271 04 027

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN

JURUSAN PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS TADULAKO

2 0 0 8



RINGKASAN

TEKNIK PEMBENIHAN IKAN PATIN (Pangasius pangasius)

DI BALAI BUDIDAYA AIR TAWAR (BBAT)

TATELU - MANADO

(NUR RAHMI AINUN – E 271 04 027)

Penyediaan benih untuk usaha budidaya ikan patin masih bersifat musiman, jumlahnya terbatas dan tidak tersedia secara berkesinambungan. Upaya yang dapat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan benih tersebut dengan cara mengembangkan usaha pembenihan yang berkesinambungan. Praktek Kerja Lapang (PKL) dilaksanakan dari tanggal 21 Januari 2008 sampai tanggal 10 Maret 2008, di Balai Budidaya Air Tawar Tatelu, Desa Tatelu, Kecamatan Dimembe, Kabupaten Minahasa Utara, Provinsi Sulawesi Utara.

Tujuan praktek kerja lapang ini adalah untuk mempelajari teknik pembenihan ikan patin. Kegunaan dari praktek kerja lapang ini adalah sebagai bahan masukan bagi mahasiswa mengenai teknik pembenihan ikan patin, juga dapat menambah pengetahuan bagi masyarakat untuk melakukan pembenihan ikan patin karena dapat mendatangkan keuntungan, serta sebagai bahan pertimbangan pemerintah untuk pengambilan kebijakan dalam melaksanakan kegiatan budidaya ikan patin.

Sarana dan prasarana yang terdapat di BBAT sangat membantu dalam kegiatan pembenihan. Kegiatan pembenihan meliputi pengenalan jenis ikan patin, penyiapan induk, pemeliharaan calon induk, penyeleksian induk matang gonad, pemijahan, penetasan telur, perawatan larva dan pendederan. Pemijahan ikan patin menggunakan teknik induced breeding yaitu menginduksi atau menimbulkan rangsangan untuk memijah lewat suntikan ekstrak dengan menggunakan ovaprim, dengan perbandingan antara induk jantan dan betina adalah perbandingan ekor 1 : 3

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nyalah sehingga Laporan Praktek Kerja Lapang (PKL) ini dapat diselesaikan dengan baik sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

Pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

  1. Bapak Ir. Ida Bagus Made Suastika Jaya, M.Si Selaku Kepala Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Tatelu - Manado.

2. Ir. Irawati Mei Widiastuti, M.Si selaku Koordinator Praktek Kerja Lapang sekaligus Pembimbing Utama Praktek Kerja Lapang (PKL).

3. Bapak Steven Endey, S.Pi selaku Pembimbing Lapangan Praktek Kerja Lapang (PKL), beserta kedua rekannya pak Jessy dan pak joe yang ikut membantu selama kegiatan PKL berlangsung.

4. Seluruh Staf Pengajar (Dosen) Budidaya Perairan, yang telah memberi dukungan dan ilmu yang bermanfaat bagi penulis.

5. Kedua orang tuaku tercinta dan kedua saudaraku tersayang yang telah mencurahkan kasih sayang serta memberikan dukungan dan bantuan baik moril maupun materil kepada penulis.

6. Teman-temanku Citra, Udin dan Deddy yang telah bersama-sama dalam melaksanakan kegiatan PKL.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun demi perbaikan laporan-laporan selanjutnya. Semoga laporan ini akan bermanfaat bagi semua pihak.

Palu, April 2008

Penulis


DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL................................................................................................ i

HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................. ii

RINGKASAN........................................................................................................... iii

UCAPAN TERIMA KASIH.................................................................................... iv

DAFTAR ISI............................................................................................................. v

DAFTAR TABEL..................................................................................................... vi

DAFTAR GAMBAR................................................................................................ vii

DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................. viii

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang................................................................................................. 1

1.2 Tujuan.............................................................................................................. 2

II. METODE PELAKSANAAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN (PKL)

2.1 Waktu dan Tempat.......................................................................................... 3

2.2 Metode Pelaksanaan....................................................................................... 3

2.3 Kegiatan yang dilaksanakan........................................................................... 3

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Keadaan Umum Lokasi Praktek Kerja Lapangan (PKL)............................... 5

3.1.1 Gambaran Umum Unit Praktek Kerja Lapang........................................ 5

3.1.2 Kondisi Geografis................................................................................... 7

3.1.3 Sarana dan Prasarana di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Tatelu...... 8

3.2 Kegiatan yang dilaksanakan........................................................................... 11

3.2.1 Mengenal Jenis Ikan Patin...................................................................... 11

3.2.2 Penyiapan Induk..................................................................................... 13

3.2.3 Pemeliharaan Calon Induk...................................................................... 14

3.2.4 Penyeleksian Induk Matang Gonad........................................................ 15

3.2.5 Pemijahan................................................................................................ 17

3.2.6 Penetasan Telur....................................................................................... 22

3.2.7 Perawatan Larva..................................................................................... 23

3.2.8 Pendederan............................................................................................. 26

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan..................................................................................................... 27

4.2 Saran............................................................................................................... 27

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN


DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Ciri-ciri Induk yang Ideal……………………………………………………..13

2. Ciri-ciri Induk Matang Gonad………………………………………………...16


DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Sarana yang terdapat di BBAT Tatelu................................................................... 9

2. Perlengkapan Pembenihan………………………………………………………10

3. Ikan Patin (Pangasius pangasius)……………………………………………….11

4. Pemberian Pakan pada Induk Patin dan Pellet Terapung untuk Induk Patin……14

5. Seleksi Induk Patin………………………………………………………………15

6. Kloaka Induk Betina dan Kloaka Induk Jantan………………………………….16

7. Penimbangan Induk Patin………………………………………………………..17

8. Pengambilan Ovaprim dan Penyuntikan Ovaprim pada Induk Patin……………18

9. Stripping Induk Patin, Pengambilan Sperma Induk Jantan, Pengadukan Telur

dengan Bulu Ayam dan Penyebaran Telur ke dalam Akuarium ………………..20

10. Akuarium Penetasan Telur Patin dilengkapi dengan Heater…………………...22

11. Cacing tubifex dan Artemia…………………………………………………………...23

12. Alat sifon dan menyifon akuarium……………………………………………..24

13. Kolam Pendederan……………………………………………………………..26


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Surat Permohonan Persetujuan Judul Praktek Kerja Lapang (PKL)………….30

2. Surat Keterangan Praktek Kerja Lapang di Balai Budidaya Air Tawar Tatelu..31

3. Laporan Kegiatan harian Praktek Kerja Lapang (PKL)……………………….32


I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ikan patin merupakan salah satu jenis ikan yang populer di masyarakat. Ikan ini berasal dari Thailand dan pertama kali didatangkan ke Indonesia pada tahun 1972 oleh Balai Penelitian Perikanan Air Tawar Bogor. Ikan patin memiliki berbagai kelebihan dibandingkan ikan lainnya dan sudah menyebar hampir ke seluruh pelosok tanah air.

Ikan patin dikenal sebagai komoditi yang berprospek cerah dalam dunia perikanan dan jasaboga, karena rasa dagingnya yang lezat dan gurih menyebabkan harga jualnya tinggi. Selain rasa dagingnya yang lezat, ikan patin memiliki ukuran tubuh yang besar. Ikan patin cukup potensial dibudidayakan di berbagai media pemeliharaan yang berbeda seperti di kolam, karamba bahkan jaring apung sebagaimana jenis ikan air tawar lainnya.

Budidaya ikan patin meliputi kegiatan pembenihan dan pembesaran. Kedua jenis kegiatan ini sama-sama belum populer di kalangan masyarakat, karena umumnya masyarakat masih mengandalkan kegiatan penangkapan di alam. Khusus untuk kegiatan pembenihan, umumnya masih dilakukan di balai-balai benih milik pemerintah. Kegiatan pembenihan merupakan upaya untuk menghasilkan benih pada ukuran tertentu.

Benih yang tersedia untuk usaha budidaya sampai saat ini masih bersifat musiman, jumlahnya terbatas dan tidak tersedia secara berkesinambungan. Upaya yang dapat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan benih tersebut dengan cara mengembangkan usaha pembenihan yang berkesinambungan. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka perlu dilakukan pembelajaran tentang teknik pembenihan ikan patin (Pangasius pangasius) di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Tatelu.

1.2 Tujuan dan Kegunaan

Tujuan dari praktek kerja lapang ini adalah untuk mempelajari teknik pembenihan ikan patin.

Kegunaan dari praktek kerja lapang ini adalah sebagai bahan masukan bagi mahasiswa mengenai teknik pembenihan ikan patin, juga dapat menambah pengetahuan bagi masyarakat untuk melakukan pembenihan ikan patin karena dapat mendatangkan keuntungan, serta sebagai bahan pertimbangan pemerintah untuk pengambilan kebijakan dalam melaksanakan kegiatan budidaya ikan patin.


II. METODE PELAKSANAAN PRAKTEK KERJA LAPANG (PKL)


2.1 Waktu dan Tempat

Praktek Kerja Lapang (PKL) dimulai dari tanggal 21 Januari 2008 sampai tanggal 10 Maret 2008, di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Tatelu, Desa Tatelu, Kecamatan Dimembe, Kabupaten Minahasa Utara, Provinsi Sulawesi Utara.

2.2. Metode Pelaksanaan

Metode yang digunakan dalam pelaksanaan Praktek Kerja Lapang di Balai Budidaya Air Tawar Tatelu yaitu dengan menggunakan metode observasi. Data yang diambil berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari pengamatan langsung, wawancara dan praktek langsung di lapangan, sedangkan data sekunder diperoleh dari data atau informasi yang diperoleh secara tidak langsung dari sumbernya, yang dapat berupa informasi dari instansi terkait, dan referensi yang menunjang pembahasan obyek.

2.3 Kegiatan yang dilaksanakan

Kegiatan yang dilaksanakan selama pelaksanaan Praktek Kerja Lapang di Balai Budidaya Air Tawar Tatelu adalah sebagai berikut:

a) Mengenal jenis Ikan Patin

b) Penyiapan Induk

c) Pemeliharaan Calon Induk

d) Penyeleksian Induk Matang Gonad

e) Pemijahan

f) Penetasan Telur

g) Perawatan Larva

h) Pendederan

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Keadaan Umum Lokasi Praktek Kerja Lapang (PKL)

3.1.1 Gambaran Umum Unit Praktek Kerja Lapang

Balai Budidaya Air Tawar Tatelu yang selanjutnya disebut BBAT Tatelu, adalah unit pelaksana teknis di bidang budidaya air tawar yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Perikanan Budidaya. Berdasarkan SK Menteri Kelautan dan Perikanan No.9/MEN/2006 tanggal 12 Januari 2006, BBAT Tatelu mempunyai tugas melaksanakan Penerapan Teknik Pembenihan dan Pembudidayaan Ikan Air Tawar serta Pelestarian Sumberdaya Induk/Benih Ikan dan Lingkungan di Wilayah Kerjanya.

BBAT Tatelu melaksanakan fungsinya sebagai berikut:

1. Pengkajian, pengujian dan bimbingan penerapan standar perbenihan dan pembudidayaan ikan air tawar.

2. Pengkajian standar dan pelaksanaan sertifikasi sistem mutu dan sertifikasi personil perbenihan serta pembudidayaan ikan air tawar.

3. Pengkajian sistem dan tata laksana produksi dan pengelolaan induk penjenis dan induk dasar ikan air tawar.

4. Pelaksanaan pengujian perbenihan dan pembudidayaan ikan air tawar.

5. Pengkajian standar pengawasan benih, pembudidayaan, serta pengendalian hama dan penyakit ikan air tawar.

6. Pengkajian standar pengendalian lingkungan dan sumber daya induk/benih ikan air tawar.

7. Pelaksanaan sistem jaringan laboratorium pengujian, pengawasan benih dan pembudidayaan ikan air tawar.

8. Pengelolaan dan pelayanan informasi dan publikasi perbenihan dan pembudidayaan ikan air tawar.

9. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga.

Berikut struktur organisasi Balai Budidaya Air Tawar Tatelu :

S T R U K T U R O R G A N I S A S I

B A L A I BU D I D A Y A A I R TA W A R T A T E L U

PERATURAN MENTERI DKP Nomor : 09/MEN/2006

3.1.2 Kondisi Geografis

BBAT Tatelu berada di Jln. Pinilih Desa Tatelu Kecamatan Dimembe, Kabupaten Minahasa Utara tepatnya berada di kaki Gunung Klabat bagian Utara dengan ketinggian 328 dpl. BBAT Tatelu dapat ditempuh dengan perjalanan darat ± 5 km dari Bandar Udara Sam Ratulangi, sedangkan dari Kota Manado ± 25 km. Sebagian besar wilayahnya merupakan daerah datar dan bergelombang dengan keadaan lingkungan dikelilingi oleh perkebunan kelapa.

BBAT Tatelu berbatasan dengan wilayah :

Ø Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Tatelu

Ø Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Matungkas

Ø Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Talawaan

Ø Sebelah Barat berbatasan dengan Pinilih

Wilayah BBAT Tatelu dengan luas ± 12,2 Ha dapat dibagi ke dalam tiga topografi lahan. Lahan sebelah Barat seluas 3,5 Ha merupakan lahan yang relatif datar dan merupakan bagian tertinggi. Lahan ini dimanfaatkan sebagai lokasi kantor, laboratorium, asrama dan bangunan gedung lainnya. Lahan seluas 3,2 Ha yang ada di bagian tengah relatif lebih rendah, merupakan areal untuk unit-unit perkolaman. Lahan di sebelah Timur dengan luas 5,5 Ha merupakan areal aliran air perkolaman yang berasal dari mata air pegunungan yaitu Gunung Klabat dimana di atasnya juga berdiri hatchery udang, laboratorium ikan dan laboratorium kesehatan lingkungan. Topografi tanah di BBAT Tatelu secara umum mempunyai tekstur tanah lumpur berpasir yang sebagian berlumpur dan sebagian berpasir.

Sumber air yang dipergunakan untuk perkolaman berasal dari sumur gali dan aliran air sungai dari Gunung Klabat. Pada bagian hulu ditahan dengan cekdam atau bendungan dengan panjang 25 meter dan lebar 6 meter, debit air yang masuk dari bendungan tersebut pada musim penghujan mencapai 80 liter / detik, kemudian dialirkan ke kolam-kolam melalui saluran yang terbuat dari tembok.

3.1.3 Sarana dan Prasarana di Balai Budidaya Air Tawar Tatelu

BBAT Tatelu dilengkapi dengan sarana dan prasarana (Gambar 1) antara lain :

Ø 3 Unit Hatchery

Ø 2 buah Gedung Laboratorium yang terdiri dari Laboratorium Kesehatan Ikan yang dilengkapi dengan mikroskop photomicrographi dan PCR serta Laboratorium Pakan yang dilengkapi dengan HPLC dan 1 ruang Laboratorium Kualitas Air yang dilengkapi dengan peralatan uji kualitas air,

Ø 1 buah Gudang pakan,

Ø 1 buah Gudang pupuk,

Ø Perkolaman

Ø Kolam Air Deras Bak beton

Ø Tandon dan Filtrasi

Ø Fasilitas lain berupa Gedung Kantor, Aula, Asrama, Gedung pembudidaya dan Rumah dinas.

Hatchery Gudang Pakan

Kolam Budidaya Lab Pakan dan Penyakit

Kantor Aula

Gambar 1. Sarana yang terdapat di BBAT Tatelu


Bak penampung induk sementara Akuarium

Larutan Fisiologis, Ovaprim & Jarum suntik Mangkok dan Bulu ayam

Blower

Gambar 2. Perlengkapan Pembenihan

3.2 Kegiatan yang dilaksanakan

3.2.1 Mengenal Jenis Ikan Patin

A. Sistematika dan Ciri Morfologis

Sistematika ikan patin menurut Hernowo (2001), sebagai berikut :

Filum : Chordata

Subfilum : Vertebrata

Kelas : Pisces

Sub kelas : Teleostei

Ordo : Ostariophysi

Subordo : Siluroidea

Famili : Pangasidae

Genus : Pangasius

Spesies : Pangasius pangasius















d

f














a



Gambar 3. Ikan Patin (Pangasius pangasius)

Ket : Sirip pectoral (a), sirip ventral (b), sirip dorsal (c), adifose fin (d), sirip anal (e), dan sirip caudal (f)

Ikan patin memiliki ukuran kepala relatif kecil dengan mulut terletak di ujung agak ke bawah. Pada sudut mulutnya terdapat dua pasang sungut pendek yang berfungsi sebagai peraba, bentuk tubuhnya memanjang, agak pipih dan tidak bersisik. Panjang tubuhnya dapat mencapai 120 cm atau 1,2 m, warna tubuh pada bagian punggung keabu-abuan atau kebiru-biruan dan bagian perut putih keperak-perakan. Sirip punggung mempunyai 1 jari-jari keras yang berubah menjadi patil yang besar dan bergerigi di belakangnya (Susanto dan Amri, 2002).

B. Sifat-sifat Biologis

Ikan patin bersifat nokturnal (melakukan aktivitas di malam hari) sebagaimana ikan catfish lainnya. Selain itu, patin suka bersembunyi di dalam liang-liang di tepi sungai habitat hidupnya (Khairuman dan Sudenda, 2002).

Ikan patin bersifat omnivora atau golongan ikan pemakan segalanya. Di alam, makanan ikan ini antara lain ikan-ikan kecil, cacing, detritus, serangga, biji-bijian, udang-udang kecil dan moluska. Ikan patin ternasuk ikan dasar, hal ini bisa dilihat dari bentuk mulutnya yang agak ke bawah.

C. Kerabat Ikan Patin

Kerabat dekat ikan patin yang ada di indonesia umumnya memiliki ciri-ciri keluarga Pangasidae yaitu bentuk badannya sedikit memipih, tidak bersisik atau sisiknya halus sekali, mulutnya kecil dengan 2-4 pasang sungut. Menurut Khairuman (2007), kerabat ikan patin di Indonesia cukup banyak, di antaranya P. polyuranodo (ikan juaro), P. macronema (ikan riu, lancang), P. micronemus (wakal, riuscaring), P. nasutus (pedado), P. nieuwenhuisii (lawang).

3.2.2 Penyiapan Induk

Induk patin yang dipijahkan bisa berasal dari hasil pemeliharaan di kolam sejak kecil ataupun hasil tangkapan di alam ketika musim pemijahan tiba. Induk yang dipelihara di kolam tentunya sudah beradaptasi dan tidak liar, sementara yang didapatkan dari alam umumnya masih liar dan harus melalui proses adaptasi terlebih dahulu. Induk yang ideal adalah yang berasal dari hasil pembesaran di kolam sehingga dapat dipilihkan induk yang benar-benar berkualitas baik.

Adapun ciri-ciri induk ikan patin yang ideal adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Ciri-ciri induk yang ideal

Induk Jantan

Induk Betina

Umur minimal 2 tahun

Umur minimal 2 tahun

Dari keturunan yang genetiknya baik

Dari keturunan yang genetiknya baik

Tidak berasal dari satu induk dengan induk betina yang akan diambil telurnya

Tidak berasal dari satu induk dengan induk jantan yang akan diambil spermanya

Sehat dan tidak memiliki cacat tubuh

Sehat dan tidak memiliki cacat tubuh

Berat minimal 2 kg

Berat minimal 3 kg

Sumber : Hernowo, (2001).

3.2.3 Pemeliharaan Calon Induk

Induk yang dipelihara di kolam sebaiknya diberi makanan tambahan yang banyak mengandung protein. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sub Balai Penelitian Perikanan Air Tawar Palembang dalam Susanto dan Amri (2002), bahwa untuk mempercepat kematangan gonad, induk patin yang dipelihara diberi makanan berupa gumpalan (pasta) dengan komposisi tepung ikan 35%, dedak halus 30%, menir beras 25%, tepung kedelai 10% serta vitamin dan mineral 0,5%.

Makanan tambahan yang diberikan kepada induk patin yang dipelihara di BBAT Tatelu yaitu pellet terapung dengan merk T-78-A, yang mempunyai kandungan protein 20%, lemak 4%, serat 8% dan kadar air 12%. Pemberian pakan dilakukan 2 kali dalam sehari yaitu pada pagi dan sore hari, dengan takaran 2-3 % dari berat biomassa.

(a) (b)

Gambar 4. Pemberian pakan pada induk patin (a), dan Pellet terapung untuk induk patin (b)

3.2.4 Penyeleksian Induk Matang Gonad

Langkah pertama dalam kegiatan penyeleksian induk, yaitu induk-induk tersebut diberokkan terlebih dahulu untuk meyakinkan besarnya perut induk betina bukan karena pakan melainkan karena adanya telur. Induk tersebut harus ditangkap terlebih dahulu secara hati-hati agar tidak menimbulkan resiko seperti stress, lecet, jatuh, membentur dinding dan sebagainya. Seleksi induk dilakukan pada pagi hari, dengan cara menurunkan air kolam setinggi ± 30 cm, hal ini agar penangkapan lebih mudah dilakukan.

Gambar 5. Seleksi induk patin

Adapun ciri-ciri induk patin yang telah matang gonad adalah sebagai berikut :

Tabel 2. Ciri-ciri induk matang gonad

Induk Jantan

Induk Betina

Umur ± 2 tahun

Umur ± 3 tahun

Ukuran minimal 1,5-2 kg/ekor

Ukuran minimal 1,5-2 kg/ekor

Kloaka membengkak & berwarna merah tua

Kloaka membengkak & berwarna merah tua

Kulit pada bagian perut lembek & tipis

Kulit pada bagian perut lembek & tipis, serta perut membesar ke arah anus

Bila ditekan di sekitar kloaka akan keluar cairan sperma berwarna putih

Bila ditekan di sekitar kloaka akan keluar beberapa butir telur yang seragam ukurannya

Sumber : Susanto & Amri, (2002)

(a) (b)

Gambar 6. Kloaka induk jantan (a), dan kloaka induk betina (b)

3.2.5 Pemijahan

Pemijahan yang dilakukan di BBAT Tatelu adalah pemijahan buatan melalui teknik induced breeding yaitu menginduksi atau menimbulkan rangsangan untuk memijah lewat suntikan ekstrak dengan menggunakan ovaprim. Menurut Khairuman dan Sudenda (2002), ovaprim merupakan kelenjar hipofisa buatan yang mengandung hormon gonadotropin atau disebut juga hormon komersial. Alat dan bahan yang akan digunakan dalam kegiatan pemijahan ini dapat dilihat pada Gambar 2.

Perbandingan antara jantan dan betina yang digunakan dalam pemijahan ini adalah perbandingan ekor 1 : 3. Hal ini sesuai dengan pendapat Slembrouck dkk. (2005) bahwa sebenarnya kuantitas sperma yang dikumpulkan dari 1 induk jantan umumnya cukup untuk membuahi seluruh sel telur yang dikumpulkan dari 1 bahkan 2 ekor induk betina.

Langkah pertama yang dilakukan yaitu penimbangan induk untuk mengetahui takaran ovaprim yang akan disuntikkan. Berat induk setelah ditimbang adalah 9 kg, dengan demikian dosis ovaprim yang akan disuntikkan adalah : Berat induk x Dosis total (0,5 ml/kg), sehingga dosis ovaprim yang akan disuntikkan adalah 4,5 ml.

Gambar 7. Penimbangan induk patin

Penyuntikan dilakukan di bagian belakang pangkal sirip punggung karena diperkirakan bagian ini mempunyai massa otot cukup tebal dan penyuntikan bisa dilakukan cukup dalam. Penyuntikan pada induk betina dilakukan sebanyak 2 kali, penyuntikan pertama di sebelah kiri dengan dosis 1,5 ml (⅓ bagian) dan dilakukan pada pukul 13.00 wita, sedangkan penyuntikan kedua sebelah kanan dan dilakukan setelah 6 jam dari penyuntikan pertama, yaitu pada pukul 19.00 wita, dengan dosis 3 ml (⅔ bagian). Penyuntikan induk jantan hanya satu kali saja dengan dosis ⅓ bagian, penyuntikan dilakukan bersamaan dengan penyuntikan kedua induk betina.

(a) (b)

Gambar 8. Pengambilan ovaprim (a), dan penyuntikan ovaprim pada induk patin (b)

Induk dikembalikan ke tempat penampungan sementara, yaitu di dalam bak atau fiber setelah penyuntikan dilakukan. Terhitung 12 jam dari proses penyuntikan, selanjutnya dilakukan stripping (pengurutan) untuk induk betina dan pengeluaran sperma untuk induk jantan.

Langkah pertama sebelum melakukan stripping yaitu induk betina diambil dari dalam bak dengan menggunakan kain pengangkut induk, kemudian diletakkan di atas styrofoam dengan keadaan kepalanya ditutupi dengan kain tersebut, lalu induk tersebut dikeringkan dengan handuk kemudian pengurutan mulai dilakukan secara perlahan-lahan ke arah lubang genitalnya dan selanjutnya telur-telur yang keluar dari lubang genitalnya ditampung di sebuah mangkok. Slembourck dkk. (2005), menyatakan bahwa stripping yang mudah akan mencirikan mutu sel telur yang bagus, sedangkan stripping yang sulit biasanya menghasilkan kumpulan sel telur yang kering dan bercampur darah, hal ini dapat menyebabkan derajat penetasannya sangat rendah. Induk patin dikembalikan di bak selesai stripping.

Selanjutnya pengambilan sperma pada induk jantan dilakukan dengan menggunakan spuit secara perlahan-lahan, kemudian sperma yang telah terambil dimasukkan ke dalam sebuah mangkok dan ditambahkan larutan fisiologis (NaCl 0,9 %). Tujuan pencampuran larutan tersebut adalah untuk mengawetkan serta mengencerkan sperma. Selanjutnya sperma tersebut dicampurkan ke dalam mangkok yang berisi telur kemudian diaduk secara perlahan dengan menggunakan bulu ayam selama ± 1 menit, apabila pengadukan dirasa telah cukup kemudian telur ditebar ke dalam akuarium yang telah dilengkapi dengan aerasi.

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 9. Stripping induk betina (a), pengambilan sperma induk jantan (b), pengadukan telur dengan bulu ayam (c), dan penyebaran telur ke dalam akuarium (d)

Penghitungan terhadap contoh telur dilakukan untuk mengetahui jumlah total telur yang diovulasikan. Cara menentukan fekunditasnya yaitu, jumlah 1 gram telur tersebut dikali dengan total berat telur hasil stripping, maka akan didapat total jumlah telur yang dikeluarkan oleh satu ekor induk. Menurut Abdul dkk. (2005) rumusnya adalah sebagai berikut :

Jumlah 1 gram telur = Jumlah contoh telur / {(berat botol + telur) – (berat botol)}

Jumlah total telur = Jumlah 1 gram telur x berat telur total

Jumlah 1 gram telur = 1224 butir / {(0,4711 g) – (0,1244 g)}

= 1224 butir/ 0,3467 g

= 3530 butir/g

Jumlah total telur = 3530 butir/g x 2,9705 g

= 10487 butir

3.2.6 Penetasan Telur

Akuarium yang digunakan sebagai wadah penetasan telur-telur ikan patin berjumlah 20 buah, yang telah dilengkapi dengan aerasi (Gambar 10). Suhu awal dalam akuarium setelah penyebaran telur adalah 24-25 oC, pengukuran ini dengan menggunakan termometer. Suhu berubah menjadi 29-30 oC setelah pemasangan heater (pemanas). Keadaan suhu ini stabil dan merangsang telur untuk cepat menetas. Telur-telur dalam akuarium tersebut menetas dalam waktu 33-35 jam. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Slembrouck dkk. (2005), yang menyatakan bahwa penetasan telur yang paling cepat adalah 33-35 jam pada suhu 29-30 oC.




Gambar 10. Akuarium penetasan telur patin dilengkapi dengan heater

3.2.7 Perawatan Larva

Selama masa pemeliharaan, larva patin yang berumur 2-7 hari diberi pakan berupa Artemia sp. dengan takaran ½ liter untuk tiap akuarium, frekuensi pemberian sebanyak 4 kali yaitu pagi pukul 08.00, siang pukul 12.00, sore pukul 16.00 dan malam pukul 19.00 wita. Larva yang berumur 7-15 hari diberikan pakan cacing tubifex dengan takaran 300 ml. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan dari Maskur dkk. (2004) bahwa selama pemeliharaan larva ikan patin, pakan yang diberikan adalah Artemia sp. dan cacing rambut (tubifex) yang hidup.

(a) (b)

Gambar 11. Cacing tubifex (a), dan Artemia sp.(b)

Pada hari ke-2 dan ke-3, akuarium diberi larutan methylene blue sebanyak 2 ppm (2 mg Mb/10 ltr air) untuk mencegah jamur yang dapat menyerang larva. Munculnya jamur-jamur yang berada dalam akuarium disebabkan oleh telur-telur patin yang tidak menetas. Setiap pagi sebelum memberikan pakan, akuarium disifon terlebih dahulu untuk membersihkan sisa-sisa pakan Artemia sp.yang tidak termakan oleh larva dan mulai hari keempat dilakukan pergantian air akuarium, selanjutnya pergantian air dilakukan 3 hari sekali. Cara pergantian air merupakan cara yang benar-benar dapat menghilangkan kotoran dan dapat memperbaiki kualitas air secara nyata.

Penyortiran terhadap larva ikan patin dilakukan pada hari ke-7, tujuannya untuk memisahkan larva yang ukurannya lebih besar dengan larva yang ukurannya lebih kecil. Apabila tidak dilakukan pemisahan, maka larva yang ukurannya lebih besar akan memangsa larva yang ukurannya lebih kecil.

(a) (b)

Gambar 12. Alat sifon (a), dan cara menyifon akuarium (b)

Derajat kelangsungan hidup merupakan persentase dari jumlah benih yang hidup dan jumlah benih yang ditebar selama pemeliharaan, adapun rumus penghitungan derajat kelangsungan hidup berdasarkan Hardjamulia dkk, (1986) adalah :


SR =

Keterangan :

SR : Derajat kelangsungan hidup (%).

No : Jumlah ikan pada awal pengamatan

Nt : Jumlah ikan pada akhir pengamatan

Penghitungan derajat penetasan telur ini hanya untuk satu sampel akuarium saja, yaitu pada 1 akuarium terdapat ± 5.000 ekor larva yang menetas, tetapi setelah dilakukan sampling jumlah larva sisa ± 3.500 ekor, maka untuk mencari derajat kelangsungan hidupnya adalah sebagai berikut :

SR =

SR =

SR = 70 %

Jadi, derajat kelangsungan hidup larva rata-rata sebesar 70 %.

3.2.8 Pendederan

Benih yang berumur 15-20 hari dipindahkan ke dalam kolam yang telah dipupuk dengan kotoran ayam sebanyak 1 kg/m2, disebarkan di dasar kolam. Pemupukan ini dilakukan seminggu sebelumnya sehingga telah tumbuh pakan alami dalam kolam tersebut.

Pemindahan benih dilakukan pada pagi hari ketika suhu kolam masih rendah. Air dalam akuarium sebagian dikeluarkan dan benih patin dalam akuarium ditangkap dengan serokan halus, kemudian ditampung dalam sebuah wadah berupa ember. Benih ditebar dengan kepadatan 100-200 ekor/m2. Pendederan ini dilakukan selama ± 21 hari, dan selama masa pendederan benih diberi pakan tambahan berupa pellet dengan frekuensi pemberian 3 kali, yaitu pagi, siang dan sore hari, dengan takaran 2-3 % dari berat biomassa.

Gambar 13. Kolam pendederan

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Pemijahan ikan patin di BBAT Tatelu dilakukan secara buatan dengan teknik induce breeding.

2. Perbandingan induk jantan dan betina yang digunakan adalah perbandingan ekor 1 : 3.

3. Penyuntikan induk betina dilakukan sebanyak 2 kali dengan dosis 1,5 ml (⅓ bagian) dan 3 ml (⅔ bagian), sedangkan penyuntikan induk jantan hanya sekali dengan dosis ⅓ bagian dan dilakukan bersamaan dengan penyuntikan kedua induk betina.

4. Fekunditas yang diperoleh adalah 10487 butir.

5. Selama pemeliharaan larva, pakan yang diberikan berupa Artemia sp. untuk larva umur 2-7 hari, dan cacing tubifex untuk larva umur 7-15 hari. Derajat kelangsungan hidup larva rata-rata sebesar 70 %.

4.2 Saran

Sebaiknya penyuntikan jangan hanya di bagian pangkal sirip punggung (dorsal) saja. Perlu dicoba untuk melakukan penyuntikan dibagian bawah perut (ventral) di dekat sirip dada (pectoral), dan bagian depan sirip ekor (caudal).

DAFTAR PUSTAKA

Abdul. M. H, B. Wahyu dan Niar. 2005. Manual Patin Siam (Pangasianodon hypophthalmus). Departemen Kelautan dan Perikanan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Balai Budidaya Air Tawar Jambi.

Hardjamulia. A, T. P. Heru, dan Subagyo. 1986. Pengaruh Salinitas Terhadap Pertumbuhan dan Daya Kelangsungan Hidup Benih Ikan Patin Siam (Pangasius sutchi). Bulletin Penelitian Perikanan Darat Vol. 5. No.1

Hernowo, 2001. Pembenihan Patin. Penebar Swadaya, Jakarta.

Khairuman dan Sudenda D, 2002. Budidaya Patin Secara Intensif. PT Agromedia Pustaka, Subang.

Khairuman, 2007. Budidaya Patin Super. PT Agromedia Pustaka, Jakarta.

Maskur, Ediwarman, dan Supriyadi. 1999. Paket Usaha Pembenihan dan Pembesaran Patin Siam (Pangasianodon hypophthalmus). Departemen Pertanian Direktorat Jenderal Perikanan Loka Budidaya Air Tawar Jambi.

Slembrouck J, Komarudin, Maskur dan Legendre, 2005. Petunjuk Tekhnis Pembenihan Ikan Patin Indonesia. Kerjasama IRD dan Pusat Riset Perikanan Budidaya, Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Jakarta.

Susanto H dan Amri K., 2002. Budidaya Ikan Patin. Penebar swadaya, Jakarta.