ME, I 'N' MY SELF ^__^

Rabu, 08 April 2009

TEKNIK PEMBENIHAN IKAN PATIN (Pangasius pangasius) di BBAT TATELU-MANADO

TEKNIK PEMBENIHAN

IKAN PATIN (Pangasius pangasius)

DI BALAI BUDIDAYA AIR TAWAR (BBAT)

TATELU - MANADO

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG (PKL)

Oleh

NUR RAHMI AINUN

E 271 04 027

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN

JURUSAN PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS TADULAKO

2 0 0 8



RINGKASAN

TEKNIK PEMBENIHAN IKAN PATIN (Pangasius pangasius)

DI BALAI BUDIDAYA AIR TAWAR (BBAT)

TATELU - MANADO

(NUR RAHMI AINUN – E 271 04 027)

Penyediaan benih untuk usaha budidaya ikan patin masih bersifat musiman, jumlahnya terbatas dan tidak tersedia secara berkesinambungan. Upaya yang dapat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan benih tersebut dengan cara mengembangkan usaha pembenihan yang berkesinambungan. Praktek Kerja Lapang (PKL) dilaksanakan dari tanggal 21 Januari 2008 sampai tanggal 10 Maret 2008, di Balai Budidaya Air Tawar Tatelu, Desa Tatelu, Kecamatan Dimembe, Kabupaten Minahasa Utara, Provinsi Sulawesi Utara.

Tujuan praktek kerja lapang ini adalah untuk mempelajari teknik pembenihan ikan patin. Kegunaan dari praktek kerja lapang ini adalah sebagai bahan masukan bagi mahasiswa mengenai teknik pembenihan ikan patin, juga dapat menambah pengetahuan bagi masyarakat untuk melakukan pembenihan ikan patin karena dapat mendatangkan keuntungan, serta sebagai bahan pertimbangan pemerintah untuk pengambilan kebijakan dalam melaksanakan kegiatan budidaya ikan patin.

Sarana dan prasarana yang terdapat di BBAT sangat membantu dalam kegiatan pembenihan. Kegiatan pembenihan meliputi pengenalan jenis ikan patin, penyiapan induk, pemeliharaan calon induk, penyeleksian induk matang gonad, pemijahan, penetasan telur, perawatan larva dan pendederan. Pemijahan ikan patin menggunakan teknik induced breeding yaitu menginduksi atau menimbulkan rangsangan untuk memijah lewat suntikan ekstrak dengan menggunakan ovaprim, dengan perbandingan antara induk jantan dan betina adalah perbandingan ekor 1 : 3

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nyalah sehingga Laporan Praktek Kerja Lapang (PKL) ini dapat diselesaikan dengan baik sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

Pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

  1. Bapak Ir. Ida Bagus Made Suastika Jaya, M.Si Selaku Kepala Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Tatelu - Manado.

2. Ir. Irawati Mei Widiastuti, M.Si selaku Koordinator Praktek Kerja Lapang sekaligus Pembimbing Utama Praktek Kerja Lapang (PKL).

3. Bapak Steven Endey, S.Pi selaku Pembimbing Lapangan Praktek Kerja Lapang (PKL), beserta kedua rekannya pak Jessy dan pak joe yang ikut membantu selama kegiatan PKL berlangsung.

4. Seluruh Staf Pengajar (Dosen) Budidaya Perairan, yang telah memberi dukungan dan ilmu yang bermanfaat bagi penulis.

5. Kedua orang tuaku tercinta dan kedua saudaraku tersayang yang telah mencurahkan kasih sayang serta memberikan dukungan dan bantuan baik moril maupun materil kepada penulis.

6. Teman-temanku Citra, Udin dan Deddy yang telah bersama-sama dalam melaksanakan kegiatan PKL.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun demi perbaikan laporan-laporan selanjutnya. Semoga laporan ini akan bermanfaat bagi semua pihak.

Palu, April 2008

Penulis


DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL................................................................................................ i

HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................. ii

RINGKASAN........................................................................................................... iii

UCAPAN TERIMA KASIH.................................................................................... iv

DAFTAR ISI............................................................................................................. v

DAFTAR TABEL..................................................................................................... vi

DAFTAR GAMBAR................................................................................................ vii

DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................. viii

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang................................................................................................. 1

1.2 Tujuan.............................................................................................................. 2

II. METODE PELAKSANAAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN (PKL)

2.1 Waktu dan Tempat.......................................................................................... 3

2.2 Metode Pelaksanaan....................................................................................... 3

2.3 Kegiatan yang dilaksanakan........................................................................... 3

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Keadaan Umum Lokasi Praktek Kerja Lapangan (PKL)............................... 5

3.1.1 Gambaran Umum Unit Praktek Kerja Lapang........................................ 5

3.1.2 Kondisi Geografis................................................................................... 7

3.1.3 Sarana dan Prasarana di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Tatelu...... 8

3.2 Kegiatan yang dilaksanakan........................................................................... 11

3.2.1 Mengenal Jenis Ikan Patin...................................................................... 11

3.2.2 Penyiapan Induk..................................................................................... 13

3.2.3 Pemeliharaan Calon Induk...................................................................... 14

3.2.4 Penyeleksian Induk Matang Gonad........................................................ 15

3.2.5 Pemijahan................................................................................................ 17

3.2.6 Penetasan Telur....................................................................................... 22

3.2.7 Perawatan Larva..................................................................................... 23

3.2.8 Pendederan............................................................................................. 26

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan..................................................................................................... 27

4.2 Saran............................................................................................................... 27

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN


DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Ciri-ciri Induk yang Ideal……………………………………………………..13

2. Ciri-ciri Induk Matang Gonad………………………………………………...16


DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Sarana yang terdapat di BBAT Tatelu................................................................... 9

2. Perlengkapan Pembenihan………………………………………………………10

3. Ikan Patin (Pangasius pangasius)……………………………………………….11

4. Pemberian Pakan pada Induk Patin dan Pellet Terapung untuk Induk Patin……14

5. Seleksi Induk Patin………………………………………………………………15

6. Kloaka Induk Betina dan Kloaka Induk Jantan………………………………….16

7. Penimbangan Induk Patin………………………………………………………..17

8. Pengambilan Ovaprim dan Penyuntikan Ovaprim pada Induk Patin……………18

9. Stripping Induk Patin, Pengambilan Sperma Induk Jantan, Pengadukan Telur

dengan Bulu Ayam dan Penyebaran Telur ke dalam Akuarium ………………..20

10. Akuarium Penetasan Telur Patin dilengkapi dengan Heater…………………...22

11. Cacing tubifex dan Artemia…………………………………………………………...23

12. Alat sifon dan menyifon akuarium……………………………………………..24

13. Kolam Pendederan……………………………………………………………..26


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Surat Permohonan Persetujuan Judul Praktek Kerja Lapang (PKL)………….30

2. Surat Keterangan Praktek Kerja Lapang di Balai Budidaya Air Tawar Tatelu..31

3. Laporan Kegiatan harian Praktek Kerja Lapang (PKL)……………………….32


I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ikan patin merupakan salah satu jenis ikan yang populer di masyarakat. Ikan ini berasal dari Thailand dan pertama kali didatangkan ke Indonesia pada tahun 1972 oleh Balai Penelitian Perikanan Air Tawar Bogor. Ikan patin memiliki berbagai kelebihan dibandingkan ikan lainnya dan sudah menyebar hampir ke seluruh pelosok tanah air.

Ikan patin dikenal sebagai komoditi yang berprospek cerah dalam dunia perikanan dan jasaboga, karena rasa dagingnya yang lezat dan gurih menyebabkan harga jualnya tinggi. Selain rasa dagingnya yang lezat, ikan patin memiliki ukuran tubuh yang besar. Ikan patin cukup potensial dibudidayakan di berbagai media pemeliharaan yang berbeda seperti di kolam, karamba bahkan jaring apung sebagaimana jenis ikan air tawar lainnya.

Budidaya ikan patin meliputi kegiatan pembenihan dan pembesaran. Kedua jenis kegiatan ini sama-sama belum populer di kalangan masyarakat, karena umumnya masyarakat masih mengandalkan kegiatan penangkapan di alam. Khusus untuk kegiatan pembenihan, umumnya masih dilakukan di balai-balai benih milik pemerintah. Kegiatan pembenihan merupakan upaya untuk menghasilkan benih pada ukuran tertentu.

Benih yang tersedia untuk usaha budidaya sampai saat ini masih bersifat musiman, jumlahnya terbatas dan tidak tersedia secara berkesinambungan. Upaya yang dapat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan benih tersebut dengan cara mengembangkan usaha pembenihan yang berkesinambungan. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka perlu dilakukan pembelajaran tentang teknik pembenihan ikan patin (Pangasius pangasius) di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Tatelu.

1.2 Tujuan dan Kegunaan

Tujuan dari praktek kerja lapang ini adalah untuk mempelajari teknik pembenihan ikan patin.

Kegunaan dari praktek kerja lapang ini adalah sebagai bahan masukan bagi mahasiswa mengenai teknik pembenihan ikan patin, juga dapat menambah pengetahuan bagi masyarakat untuk melakukan pembenihan ikan patin karena dapat mendatangkan keuntungan, serta sebagai bahan pertimbangan pemerintah untuk pengambilan kebijakan dalam melaksanakan kegiatan budidaya ikan patin.


II. METODE PELAKSANAAN PRAKTEK KERJA LAPANG (PKL)


2.1 Waktu dan Tempat

Praktek Kerja Lapang (PKL) dimulai dari tanggal 21 Januari 2008 sampai tanggal 10 Maret 2008, di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Tatelu, Desa Tatelu, Kecamatan Dimembe, Kabupaten Minahasa Utara, Provinsi Sulawesi Utara.

2.2. Metode Pelaksanaan

Metode yang digunakan dalam pelaksanaan Praktek Kerja Lapang di Balai Budidaya Air Tawar Tatelu yaitu dengan menggunakan metode observasi. Data yang diambil berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari pengamatan langsung, wawancara dan praktek langsung di lapangan, sedangkan data sekunder diperoleh dari data atau informasi yang diperoleh secara tidak langsung dari sumbernya, yang dapat berupa informasi dari instansi terkait, dan referensi yang menunjang pembahasan obyek.

2.3 Kegiatan yang dilaksanakan

Kegiatan yang dilaksanakan selama pelaksanaan Praktek Kerja Lapang di Balai Budidaya Air Tawar Tatelu adalah sebagai berikut:

a) Mengenal jenis Ikan Patin

b) Penyiapan Induk

c) Pemeliharaan Calon Induk

d) Penyeleksian Induk Matang Gonad

e) Pemijahan

f) Penetasan Telur

g) Perawatan Larva

h) Pendederan

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Keadaan Umum Lokasi Praktek Kerja Lapang (PKL)

3.1.1 Gambaran Umum Unit Praktek Kerja Lapang

Balai Budidaya Air Tawar Tatelu yang selanjutnya disebut BBAT Tatelu, adalah unit pelaksana teknis di bidang budidaya air tawar yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Perikanan Budidaya. Berdasarkan SK Menteri Kelautan dan Perikanan No.9/MEN/2006 tanggal 12 Januari 2006, BBAT Tatelu mempunyai tugas melaksanakan Penerapan Teknik Pembenihan dan Pembudidayaan Ikan Air Tawar serta Pelestarian Sumberdaya Induk/Benih Ikan dan Lingkungan di Wilayah Kerjanya.

BBAT Tatelu melaksanakan fungsinya sebagai berikut:

1. Pengkajian, pengujian dan bimbingan penerapan standar perbenihan dan pembudidayaan ikan air tawar.

2. Pengkajian standar dan pelaksanaan sertifikasi sistem mutu dan sertifikasi personil perbenihan serta pembudidayaan ikan air tawar.

3. Pengkajian sistem dan tata laksana produksi dan pengelolaan induk penjenis dan induk dasar ikan air tawar.

4. Pelaksanaan pengujian perbenihan dan pembudidayaan ikan air tawar.

5. Pengkajian standar pengawasan benih, pembudidayaan, serta pengendalian hama dan penyakit ikan air tawar.

6. Pengkajian standar pengendalian lingkungan dan sumber daya induk/benih ikan air tawar.

7. Pelaksanaan sistem jaringan laboratorium pengujian, pengawasan benih dan pembudidayaan ikan air tawar.

8. Pengelolaan dan pelayanan informasi dan publikasi perbenihan dan pembudidayaan ikan air tawar.

9. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga.

Berikut struktur organisasi Balai Budidaya Air Tawar Tatelu :

S T R U K T U R O R G A N I S A S I

B A L A I BU D I D A Y A A I R TA W A R T A T E L U

PERATURAN MENTERI DKP Nomor : 09/MEN/2006

3.1.2 Kondisi Geografis

BBAT Tatelu berada di Jln. Pinilih Desa Tatelu Kecamatan Dimembe, Kabupaten Minahasa Utara tepatnya berada di kaki Gunung Klabat bagian Utara dengan ketinggian 328 dpl. BBAT Tatelu dapat ditempuh dengan perjalanan darat ± 5 km dari Bandar Udara Sam Ratulangi, sedangkan dari Kota Manado ± 25 km. Sebagian besar wilayahnya merupakan daerah datar dan bergelombang dengan keadaan lingkungan dikelilingi oleh perkebunan kelapa.

BBAT Tatelu berbatasan dengan wilayah :

Ø Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Tatelu

Ø Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Matungkas

Ø Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Talawaan

Ø Sebelah Barat berbatasan dengan Pinilih

Wilayah BBAT Tatelu dengan luas ± 12,2 Ha dapat dibagi ke dalam tiga topografi lahan. Lahan sebelah Barat seluas 3,5 Ha merupakan lahan yang relatif datar dan merupakan bagian tertinggi. Lahan ini dimanfaatkan sebagai lokasi kantor, laboratorium, asrama dan bangunan gedung lainnya. Lahan seluas 3,2 Ha yang ada di bagian tengah relatif lebih rendah, merupakan areal untuk unit-unit perkolaman. Lahan di sebelah Timur dengan luas 5,5 Ha merupakan areal aliran air perkolaman yang berasal dari mata air pegunungan yaitu Gunung Klabat dimana di atasnya juga berdiri hatchery udang, laboratorium ikan dan laboratorium kesehatan lingkungan. Topografi tanah di BBAT Tatelu secara umum mempunyai tekstur tanah lumpur berpasir yang sebagian berlumpur dan sebagian berpasir.

Sumber air yang dipergunakan untuk perkolaman berasal dari sumur gali dan aliran air sungai dari Gunung Klabat. Pada bagian hulu ditahan dengan cekdam atau bendungan dengan panjang 25 meter dan lebar 6 meter, debit air yang masuk dari bendungan tersebut pada musim penghujan mencapai 80 liter / detik, kemudian dialirkan ke kolam-kolam melalui saluran yang terbuat dari tembok.

3.1.3 Sarana dan Prasarana di Balai Budidaya Air Tawar Tatelu

BBAT Tatelu dilengkapi dengan sarana dan prasarana (Gambar 1) antara lain :

Ø 3 Unit Hatchery

Ø 2 buah Gedung Laboratorium yang terdiri dari Laboratorium Kesehatan Ikan yang dilengkapi dengan mikroskop photomicrographi dan PCR serta Laboratorium Pakan yang dilengkapi dengan HPLC dan 1 ruang Laboratorium Kualitas Air yang dilengkapi dengan peralatan uji kualitas air,

Ø 1 buah Gudang pakan,

Ø 1 buah Gudang pupuk,

Ø Perkolaman

Ø Kolam Air Deras Bak beton

Ø Tandon dan Filtrasi

Ø Fasilitas lain berupa Gedung Kantor, Aula, Asrama, Gedung pembudidaya dan Rumah dinas.

Hatchery Gudang Pakan

Kolam Budidaya Lab Pakan dan Penyakit

Kantor Aula

Gambar 1. Sarana yang terdapat di BBAT Tatelu


Bak penampung induk sementara Akuarium

Larutan Fisiologis, Ovaprim & Jarum suntik Mangkok dan Bulu ayam

Blower

Gambar 2. Perlengkapan Pembenihan

3.2 Kegiatan yang dilaksanakan

3.2.1 Mengenal Jenis Ikan Patin

A. Sistematika dan Ciri Morfologis

Sistematika ikan patin menurut Hernowo (2001), sebagai berikut :

Filum : Chordata

Subfilum : Vertebrata

Kelas : Pisces

Sub kelas : Teleostei

Ordo : Ostariophysi

Subordo : Siluroidea

Famili : Pangasidae

Genus : Pangasius

Spesies : Pangasius pangasius















d

f














a



Gambar 3. Ikan Patin (Pangasius pangasius)

Ket : Sirip pectoral (a), sirip ventral (b), sirip dorsal (c), adifose fin (d), sirip anal (e), dan sirip caudal (f)

Ikan patin memiliki ukuran kepala relatif kecil dengan mulut terletak di ujung agak ke bawah. Pada sudut mulutnya terdapat dua pasang sungut pendek yang berfungsi sebagai peraba, bentuk tubuhnya memanjang, agak pipih dan tidak bersisik. Panjang tubuhnya dapat mencapai 120 cm atau 1,2 m, warna tubuh pada bagian punggung keabu-abuan atau kebiru-biruan dan bagian perut putih keperak-perakan. Sirip punggung mempunyai 1 jari-jari keras yang berubah menjadi patil yang besar dan bergerigi di belakangnya (Susanto dan Amri, 2002).

B. Sifat-sifat Biologis

Ikan patin bersifat nokturnal (melakukan aktivitas di malam hari) sebagaimana ikan catfish lainnya. Selain itu, patin suka bersembunyi di dalam liang-liang di tepi sungai habitat hidupnya (Khairuman dan Sudenda, 2002).

Ikan patin bersifat omnivora atau golongan ikan pemakan segalanya. Di alam, makanan ikan ini antara lain ikan-ikan kecil, cacing, detritus, serangga, biji-bijian, udang-udang kecil dan moluska. Ikan patin ternasuk ikan dasar, hal ini bisa dilihat dari bentuk mulutnya yang agak ke bawah.

C. Kerabat Ikan Patin

Kerabat dekat ikan patin yang ada di indonesia umumnya memiliki ciri-ciri keluarga Pangasidae yaitu bentuk badannya sedikit memipih, tidak bersisik atau sisiknya halus sekali, mulutnya kecil dengan 2-4 pasang sungut. Menurut Khairuman (2007), kerabat ikan patin di Indonesia cukup banyak, di antaranya P. polyuranodo (ikan juaro), P. macronema (ikan riu, lancang), P. micronemus (wakal, riuscaring), P. nasutus (pedado), P. nieuwenhuisii (lawang).

3.2.2 Penyiapan Induk

Induk patin yang dipijahkan bisa berasal dari hasil pemeliharaan di kolam sejak kecil ataupun hasil tangkapan di alam ketika musim pemijahan tiba. Induk yang dipelihara di kolam tentunya sudah beradaptasi dan tidak liar, sementara yang didapatkan dari alam umumnya masih liar dan harus melalui proses adaptasi terlebih dahulu. Induk yang ideal adalah yang berasal dari hasil pembesaran di kolam sehingga dapat dipilihkan induk yang benar-benar berkualitas baik.

Adapun ciri-ciri induk ikan patin yang ideal adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Ciri-ciri induk yang ideal

Induk Jantan

Induk Betina

Umur minimal 2 tahun

Umur minimal 2 tahun

Dari keturunan yang genetiknya baik

Dari keturunan yang genetiknya baik

Tidak berasal dari satu induk dengan induk betina yang akan diambil telurnya

Tidak berasal dari satu induk dengan induk jantan yang akan diambil spermanya

Sehat dan tidak memiliki cacat tubuh

Sehat dan tidak memiliki cacat tubuh

Berat minimal 2 kg

Berat minimal 3 kg

Sumber : Hernowo, (2001).

3.2.3 Pemeliharaan Calon Induk

Induk yang dipelihara di kolam sebaiknya diberi makanan tambahan yang banyak mengandung protein. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sub Balai Penelitian Perikanan Air Tawar Palembang dalam Susanto dan Amri (2002), bahwa untuk mempercepat kematangan gonad, induk patin yang dipelihara diberi makanan berupa gumpalan (pasta) dengan komposisi tepung ikan 35%, dedak halus 30%, menir beras 25%, tepung kedelai 10% serta vitamin dan mineral 0,5%.

Makanan tambahan yang diberikan kepada induk patin yang dipelihara di BBAT Tatelu yaitu pellet terapung dengan merk T-78-A, yang mempunyai kandungan protein 20%, lemak 4%, serat 8% dan kadar air 12%. Pemberian pakan dilakukan 2 kali dalam sehari yaitu pada pagi dan sore hari, dengan takaran 2-3 % dari berat biomassa.

(a) (b)

Gambar 4. Pemberian pakan pada induk patin (a), dan Pellet terapung untuk induk patin (b)

3.2.4 Penyeleksian Induk Matang Gonad

Langkah pertama dalam kegiatan penyeleksian induk, yaitu induk-induk tersebut diberokkan terlebih dahulu untuk meyakinkan besarnya perut induk betina bukan karena pakan melainkan karena adanya telur. Induk tersebut harus ditangkap terlebih dahulu secara hati-hati agar tidak menimbulkan resiko seperti stress, lecet, jatuh, membentur dinding dan sebagainya. Seleksi induk dilakukan pada pagi hari, dengan cara menurunkan air kolam setinggi ± 30 cm, hal ini agar penangkapan lebih mudah dilakukan.

Gambar 5. Seleksi induk patin

Adapun ciri-ciri induk patin yang telah matang gonad adalah sebagai berikut :

Tabel 2. Ciri-ciri induk matang gonad

Induk Jantan

Induk Betina

Umur ± 2 tahun

Umur ± 3 tahun

Ukuran minimal 1,5-2 kg/ekor

Ukuran minimal 1,5-2 kg/ekor

Kloaka membengkak & berwarna merah tua

Kloaka membengkak & berwarna merah tua

Kulit pada bagian perut lembek & tipis

Kulit pada bagian perut lembek & tipis, serta perut membesar ke arah anus

Bila ditekan di sekitar kloaka akan keluar cairan sperma berwarna putih

Bila ditekan di sekitar kloaka akan keluar beberapa butir telur yang seragam ukurannya

Sumber : Susanto & Amri, (2002)

(a) (b)

Gambar 6. Kloaka induk jantan (a), dan kloaka induk betina (b)

3.2.5 Pemijahan

Pemijahan yang dilakukan di BBAT Tatelu adalah pemijahan buatan melalui teknik induced breeding yaitu menginduksi atau menimbulkan rangsangan untuk memijah lewat suntikan ekstrak dengan menggunakan ovaprim. Menurut Khairuman dan Sudenda (2002), ovaprim merupakan kelenjar hipofisa buatan yang mengandung hormon gonadotropin atau disebut juga hormon komersial. Alat dan bahan yang akan digunakan dalam kegiatan pemijahan ini dapat dilihat pada Gambar 2.

Perbandingan antara jantan dan betina yang digunakan dalam pemijahan ini adalah perbandingan ekor 1 : 3. Hal ini sesuai dengan pendapat Slembrouck dkk. (2005) bahwa sebenarnya kuantitas sperma yang dikumpulkan dari 1 induk jantan umumnya cukup untuk membuahi seluruh sel telur yang dikumpulkan dari 1 bahkan 2 ekor induk betina.

Langkah pertama yang dilakukan yaitu penimbangan induk untuk mengetahui takaran ovaprim yang akan disuntikkan. Berat induk setelah ditimbang adalah 9 kg, dengan demikian dosis ovaprim yang akan disuntikkan adalah : Berat induk x Dosis total (0,5 ml/kg), sehingga dosis ovaprim yang akan disuntikkan adalah 4,5 ml.

Gambar 7. Penimbangan induk patin

Penyuntikan dilakukan di bagian belakang pangkal sirip punggung karena diperkirakan bagian ini mempunyai massa otot cukup tebal dan penyuntikan bisa dilakukan cukup dalam. Penyuntikan pada induk betina dilakukan sebanyak 2 kali, penyuntikan pertama di sebelah kiri dengan dosis 1,5 ml (⅓ bagian) dan dilakukan pada pukul 13.00 wita, sedangkan penyuntikan kedua sebelah kanan dan dilakukan setelah 6 jam dari penyuntikan pertama, yaitu pada pukul 19.00 wita, dengan dosis 3 ml (⅔ bagian). Penyuntikan induk jantan hanya satu kali saja dengan dosis ⅓ bagian, penyuntikan dilakukan bersamaan dengan penyuntikan kedua induk betina.

(a) (b)

Gambar 8. Pengambilan ovaprim (a), dan penyuntikan ovaprim pada induk patin (b)

Induk dikembalikan ke tempat penampungan sementara, yaitu di dalam bak atau fiber setelah penyuntikan dilakukan. Terhitung 12 jam dari proses penyuntikan, selanjutnya dilakukan stripping (pengurutan) untuk induk betina dan pengeluaran sperma untuk induk jantan.

Langkah pertama sebelum melakukan stripping yaitu induk betina diambil dari dalam bak dengan menggunakan kain pengangkut induk, kemudian diletakkan di atas styrofoam dengan keadaan kepalanya ditutupi dengan kain tersebut, lalu induk tersebut dikeringkan dengan handuk kemudian pengurutan mulai dilakukan secara perlahan-lahan ke arah lubang genitalnya dan selanjutnya telur-telur yang keluar dari lubang genitalnya ditampung di sebuah mangkok. Slembourck dkk. (2005), menyatakan bahwa stripping yang mudah akan mencirikan mutu sel telur yang bagus, sedangkan stripping yang sulit biasanya menghasilkan kumpulan sel telur yang kering dan bercampur darah, hal ini dapat menyebabkan derajat penetasannya sangat rendah. Induk patin dikembalikan di bak selesai stripping.

Selanjutnya pengambilan sperma pada induk jantan dilakukan dengan menggunakan spuit secara perlahan-lahan, kemudian sperma yang telah terambil dimasukkan ke dalam sebuah mangkok dan ditambahkan larutan fisiologis (NaCl 0,9 %). Tujuan pencampuran larutan tersebut adalah untuk mengawetkan serta mengencerkan sperma. Selanjutnya sperma tersebut dicampurkan ke dalam mangkok yang berisi telur kemudian diaduk secara perlahan dengan menggunakan bulu ayam selama ± 1 menit, apabila pengadukan dirasa telah cukup kemudian telur ditebar ke dalam akuarium yang telah dilengkapi dengan aerasi.

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 9. Stripping induk betina (a), pengambilan sperma induk jantan (b), pengadukan telur dengan bulu ayam (c), dan penyebaran telur ke dalam akuarium (d)

Penghitungan terhadap contoh telur dilakukan untuk mengetahui jumlah total telur yang diovulasikan. Cara menentukan fekunditasnya yaitu, jumlah 1 gram telur tersebut dikali dengan total berat telur hasil stripping, maka akan didapat total jumlah telur yang dikeluarkan oleh satu ekor induk. Menurut Abdul dkk. (2005) rumusnya adalah sebagai berikut :

Jumlah 1 gram telur = Jumlah contoh telur / {(berat botol + telur) – (berat botol)}

Jumlah total telur = Jumlah 1 gram telur x berat telur total

Jumlah 1 gram telur = 1224 butir / {(0,4711 g) – (0,1244 g)}

= 1224 butir/ 0,3467 g

= 3530 butir/g

Jumlah total telur = 3530 butir/g x 2,9705 g

= 10487 butir

3.2.6 Penetasan Telur

Akuarium yang digunakan sebagai wadah penetasan telur-telur ikan patin berjumlah 20 buah, yang telah dilengkapi dengan aerasi (Gambar 10). Suhu awal dalam akuarium setelah penyebaran telur adalah 24-25 oC, pengukuran ini dengan menggunakan termometer. Suhu berubah menjadi 29-30 oC setelah pemasangan heater (pemanas). Keadaan suhu ini stabil dan merangsang telur untuk cepat menetas. Telur-telur dalam akuarium tersebut menetas dalam waktu 33-35 jam. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Slembrouck dkk. (2005), yang menyatakan bahwa penetasan telur yang paling cepat adalah 33-35 jam pada suhu 29-30 oC.




Gambar 10. Akuarium penetasan telur patin dilengkapi dengan heater

3.2.7 Perawatan Larva

Selama masa pemeliharaan, larva patin yang berumur 2-7 hari diberi pakan berupa Artemia sp. dengan takaran ½ liter untuk tiap akuarium, frekuensi pemberian sebanyak 4 kali yaitu pagi pukul 08.00, siang pukul 12.00, sore pukul 16.00 dan malam pukul 19.00 wita. Larva yang berumur 7-15 hari diberikan pakan cacing tubifex dengan takaran 300 ml. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan dari Maskur dkk. (2004) bahwa selama pemeliharaan larva ikan patin, pakan yang diberikan adalah Artemia sp. dan cacing rambut (tubifex) yang hidup.

(a) (b)

Gambar 11. Cacing tubifex (a), dan Artemia sp.(b)

Pada hari ke-2 dan ke-3, akuarium diberi larutan methylene blue sebanyak 2 ppm (2 mg Mb/10 ltr air) untuk mencegah jamur yang dapat menyerang larva. Munculnya jamur-jamur yang berada dalam akuarium disebabkan oleh telur-telur patin yang tidak menetas. Setiap pagi sebelum memberikan pakan, akuarium disifon terlebih dahulu untuk membersihkan sisa-sisa pakan Artemia sp.yang tidak termakan oleh larva dan mulai hari keempat dilakukan pergantian air akuarium, selanjutnya pergantian air dilakukan 3 hari sekali. Cara pergantian air merupakan cara yang benar-benar dapat menghilangkan kotoran dan dapat memperbaiki kualitas air secara nyata.

Penyortiran terhadap larva ikan patin dilakukan pada hari ke-7, tujuannya untuk memisahkan larva yang ukurannya lebih besar dengan larva yang ukurannya lebih kecil. Apabila tidak dilakukan pemisahan, maka larva yang ukurannya lebih besar akan memangsa larva yang ukurannya lebih kecil.

(a) (b)

Gambar 12. Alat sifon (a), dan cara menyifon akuarium (b)

Derajat kelangsungan hidup merupakan persentase dari jumlah benih yang hidup dan jumlah benih yang ditebar selama pemeliharaan, adapun rumus penghitungan derajat kelangsungan hidup berdasarkan Hardjamulia dkk, (1986) adalah :


SR =

Keterangan :

SR : Derajat kelangsungan hidup (%).

No : Jumlah ikan pada awal pengamatan

Nt : Jumlah ikan pada akhir pengamatan

Penghitungan derajat penetasan telur ini hanya untuk satu sampel akuarium saja, yaitu pada 1 akuarium terdapat ± 5.000 ekor larva yang menetas, tetapi setelah dilakukan sampling jumlah larva sisa ± 3.500 ekor, maka untuk mencari derajat kelangsungan hidupnya adalah sebagai berikut :

SR =

SR =

SR = 70 %

Jadi, derajat kelangsungan hidup larva rata-rata sebesar 70 %.

3.2.8 Pendederan

Benih yang berumur 15-20 hari dipindahkan ke dalam kolam yang telah dipupuk dengan kotoran ayam sebanyak 1 kg/m2, disebarkan di dasar kolam. Pemupukan ini dilakukan seminggu sebelumnya sehingga telah tumbuh pakan alami dalam kolam tersebut.

Pemindahan benih dilakukan pada pagi hari ketika suhu kolam masih rendah. Air dalam akuarium sebagian dikeluarkan dan benih patin dalam akuarium ditangkap dengan serokan halus, kemudian ditampung dalam sebuah wadah berupa ember. Benih ditebar dengan kepadatan 100-200 ekor/m2. Pendederan ini dilakukan selama ± 21 hari, dan selama masa pendederan benih diberi pakan tambahan berupa pellet dengan frekuensi pemberian 3 kali, yaitu pagi, siang dan sore hari, dengan takaran 2-3 % dari berat biomassa.

Gambar 13. Kolam pendederan

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Pemijahan ikan patin di BBAT Tatelu dilakukan secara buatan dengan teknik induce breeding.

2. Perbandingan induk jantan dan betina yang digunakan adalah perbandingan ekor 1 : 3.

3. Penyuntikan induk betina dilakukan sebanyak 2 kali dengan dosis 1,5 ml (⅓ bagian) dan 3 ml (⅔ bagian), sedangkan penyuntikan induk jantan hanya sekali dengan dosis ⅓ bagian dan dilakukan bersamaan dengan penyuntikan kedua induk betina.

4. Fekunditas yang diperoleh adalah 10487 butir.

5. Selama pemeliharaan larva, pakan yang diberikan berupa Artemia sp. untuk larva umur 2-7 hari, dan cacing tubifex untuk larva umur 7-15 hari. Derajat kelangsungan hidup larva rata-rata sebesar 70 %.

4.2 Saran

Sebaiknya penyuntikan jangan hanya di bagian pangkal sirip punggung (dorsal) saja. Perlu dicoba untuk melakukan penyuntikan dibagian bawah perut (ventral) di dekat sirip dada (pectoral), dan bagian depan sirip ekor (caudal).

DAFTAR PUSTAKA

Abdul. M. H, B. Wahyu dan Niar. 2005. Manual Patin Siam (Pangasianodon hypophthalmus). Departemen Kelautan dan Perikanan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Balai Budidaya Air Tawar Jambi.

Hardjamulia. A, T. P. Heru, dan Subagyo. 1986. Pengaruh Salinitas Terhadap Pertumbuhan dan Daya Kelangsungan Hidup Benih Ikan Patin Siam (Pangasius sutchi). Bulletin Penelitian Perikanan Darat Vol. 5. No.1

Hernowo, 2001. Pembenihan Patin. Penebar Swadaya, Jakarta.

Khairuman dan Sudenda D, 2002. Budidaya Patin Secara Intensif. PT Agromedia Pustaka, Subang.

Khairuman, 2007. Budidaya Patin Super. PT Agromedia Pustaka, Jakarta.

Maskur, Ediwarman, dan Supriyadi. 1999. Paket Usaha Pembenihan dan Pembesaran Patin Siam (Pangasianodon hypophthalmus). Departemen Pertanian Direktorat Jenderal Perikanan Loka Budidaya Air Tawar Jambi.

Slembrouck J, Komarudin, Maskur dan Legendre, 2005. Petunjuk Tekhnis Pembenihan Ikan Patin Indonesia. Kerjasama IRD dan Pusat Riset Perikanan Budidaya, Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Jakarta.

Susanto H dan Amri K., 2002. Budidaya Ikan Patin. Penebar swadaya, Jakarta.

2 komentar: